KONSEP HAK DALAM ISLAM
A. Asal-usul hak
Setiap manusia hidup bermasyarakat, saling tolong-menolong dalam menghadapi berbagai macam persoalan untuk menutupi kebutuahan antara yang satu dengan yang lain. Ketergantungan seseorang kepada yang lain dirasakan ketika manusia itu lahir. Setelah dewasa, manusia tidak ada serba bisa. Seseorang hanya ahli dalam bidang tertentu saja, seperti seorang petani mampu (dapat) mananam ketela pohon dan padi dengan baik, tetapi dia tidak mampu mambuat cangkul. Jadi, petani mempunyai ketergantungan kepda seorang ahli pandai besi yang pandai membuat cangkul, juga sebaliknya, orang yang ahli dalam pandai besi tidak sempat mananam padi, padahal makannan pokoknya adalah beras. Jadi seorang yang ahli dalam pandai besi memiliki ketergantungan kepada petani.
Setiap manusia mempunyai kebutuhan sehingga sering terjadi pertentangan-pertentangan kehendak. Untuk menjaga keperluan masing-masing, perlu ada aturan-aturan yang mengatur kebutuhan manusia agar manusia itu tidak melangggar dan memperkosa hak-hak orang lain. Maka, timbullah hak dan kewajiban diantara sesame manusia.
Hak milik diberi gambaran nyata oleh hakikat sifat syariat islam sebagai berikut :
** tabiat dan sifat syariat islam adalah merdeka (bebas). Dengan tabit dan sifat ini umat islam dapat membentuk dirinya, suatu kepribadian yang bebas dari pengaruh Negara-negara barat dan timur dan mempertahankan diri dari pengaruh-pengaruh komunis (sosial) dan kapitalis (individual).
** syariat islam dalam menghadapi berbagai kemusykilan senantiasa bersandar kepada maslahat (kepentingan umum) sebagai salah satu sumber dari sumber-sumber pembentuakan hukum islam.
** corak ekonomi islam berdasarkan Alquran dan Al-Sunnah, yaitu suatu corak yang mengakui adanya hak pribadi dan hak umum. Bentuk ini dapat memelihara kehormatan diri yang menunjukan jati diri. Individual adalah corak kapitalis seperti Negara Amerika serikat, sedangkan sosialis adalah cirri Khas komunis seperti Negara Rusia pada tahun 1980-an, sementara itu, ekonomi yang dianut dalam islam adalah sesuatau yang menjadi kepentingan umum milik bersama, seperti rumput, api dari air, sedangkan sesuatu yang tidak menjadi kepentingan umum dijadikan milik pribadi.
B. Pengetian Hak Milik
Menurut pengertian umum, hak adalah:
“ Suatu ketentuan yang digunakan oleh syara’ untuk menetapakan suatau kekuasaan atau suatu beban hukum.”
Pengertian hak sama dengan arti hukum dalam istilah ahli Ushul, yaitu :
“sekumpulan kaidah dan nash yang mengatur atas dasar harus ditaati untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia, baik menganai orang maupun mengenai harta.”
Ada juga hak yang didefinisikan sebagai berikut:
“kekuasaan mengenai sesuatu atau sesuatu yang wajib dari seseorang kepada orang lainnya.”
Milik dalam buku pokok-pokok fiqh muamalah dan hukum kebendaan dalam islam,[1] didefinisikan sebagai berikut :
“kekhususan terdapat pemilik suatu barang menurut syara’ untuk bertindak secara bebas bertujuan mengambil manfaatnya selama tidak ada penghalang syar’i.”
Apabila seseorang memiliki suatu benda yang sah menurut syara’, orang tersebut bebas bertindak terhadap benda tersebut, baik akan dijual maupun digadaikan, baik dia sendiri maupun dengan perantara orang lain.
Berdasarkan definisi milik tersebut, kiranya dapat dibedakan antara hak dan milik, untuk lebih jelas dicontohkan sebagai berikut; seorang pengampu berhak menggunakan harta orang yang berada di bawah ampuannya, pengampu punya hak untuk membelanjakan harta itu dan pemiliknya adalah orang yang berada di bawah ampuannya. Dengan kata lain dapat dikatakan “tidak semua yang memiliki berhak menggunakan dan tidak semua orang yang punya hak penggunaan dapat memiliki.”
Hak yang dijelaskan dimuka, adakalanya merupakan sulthan, adakalanya merupakan taktif.
a. Sulthan terbagi dua, yaitu sulthan’ala al nafsi dan sulthan’ala syai’in mu’ayanin
** sulthan ‘ala al-nafsi ialah hak seorang terhadap jiwa, seperti hak hadlanah (pemeliharaan anak).
** sulthan ‘ala syai’in mu’ayanin ialah hak manusia untuk memiliki sesuatu, seperti seorang berhak memiliki sebuah mobil.
b. taktif adalah orang yang bertanggung jawab, taktif adakalanya tanggungan pribadi (‘ahdah syakhshiyah) seperti seorang buruh menjalankanntugasnya, adakalanya tanggungan harta (‘ahdah maliyah) seperti membayar utang.
Para fukaha berpendapat bahwa hak merupakan imbangan dari benda (a’yan), sedangkan ulama Hanifah berpendapat bahwa hak itu adalah bukan harta (ina alp-haqqa laisa hi al-mal)
C. Pembagian Hak
Dalam pengertian umum, hak dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu mal dan ghair mal.
Hak mal ialah :
“suatu pantauan dengan harta, seperti pemilikan benda-benda atau utang-utang.”
Hak ghair mal terbagi kepada dua bagian, yaitu hak syakhshi, dan hak ‘aini.
Hak syakhshi ialah;
“suatu tuntutan yang ditetapkan syara’ dari seseorang terhadap orang lain.”
Hak ‘aini adalah hak orang dewasa dengan bendanya tanpa dibutuhkan orang kedua. Hak ‘aini ada dua macam; ashli dan thab’i. hak ‘aini ashli ialah adanya wujud benda tertentu dan adanya shahub al-had seperti hak milkiyah dan hak irtifak.
Hak ‘aini thab’i ialah jaminan yang ditetapkan untuk seseorang yang menguntungkan uangnya atas yang berutang. Apabila yang berutang tidak sanggup membayar, maka murtahin berhak menahan barang itu.
Macam-macam hak ‘aini adalah sebagai berikut;
- Haq al- milkiyah ialah yang memberikan pemiliknya hak wilayah. Boleh memiliki, menggunakan, mengambil manfaat, menghabiskannya, merusaknya, dan membinasakannya, dengan syarat tidak menimbulkan kesulitan bagi orang lain.
- Haq al-intifa’ ialah hak yang hanya boleh dipergunakan dan diusahakan hasilnya. Haq al-isti’mal (menggunakan) terpisah dari haq al istighal (mencari hasil), misalnya rumah yang diwakafkan untuk didiami. Si mauquf’alaih hanya boleh mendiami, ia tidak boleh mencari keuntungan dari rumah itu.
- Haq al-irtifaq ialah hak memiliki manfaat yang ditetapkan untuk suatu kebun atas kebun yang lain, yang dimiliki bukan oleh pemilik kebun pertama. Misalnya saudara Ibrahim memiliki sawah disebelahnya sawah saudara ahmad. Air dari selokan dialirkan ke sawah saudara Ibrahim. Sawah tuan ahmad pun menbutuhkan air. Air dari sawah saudara Ibrahim dialirkan ke sawah tuan ahmad dan air tersebut bukan milik saudara Ibrahim.
- Haq al-istihan ialah hak yang diperoleh dari harta yang digandakan. Rahn menimbulkan hak ‘aini bagi murtahin, hak itu berkaiatan dengan harga barang yang digadaikan, tidak berkaiatan denga zakat benda, karena rahn hanyalah jaminan belaka.
- Haq al-ihtibas ialah hak menahan sesuatu benda. Hak menahan barang (benda) seperti hak multaqith (yang menemukan barang) menahan benda luqathah.
- Haq qarar (menetap) atas tanah wakaf, yang termasuk hak menetap atas tanah wakaf ialah;
** haq al-hakr ialah hak menetap atas tanah wakaf yang disewa , untuk yang lama dengan seizing hakim.
** haq al-ijaratain ialah hak yang diperoleh karena ada akad ijarah dalam waktu yang lama, dengan seizin hakim, atas tanah wakaf yang tidak sanggup dikembalikan kedalam keadaan semula misalnya karena kebakaran dengan harga yang menyamai harga tanah, sedangka sewanya dibayar setiap tahun.
- Haq al-murur ialah;
“hak…..manusia untuk menempatkan bangunannya di atas bangunan orang lain.”
- Haq ta’alli ialah;
“hak manusia untuk menempatkan bangunannya di atas bangunan orang lain.”
- Haq al-jiwar ialah hak yang timbul disebabkan oleh berdempetnya batas-batas tempat tinggal, yaitu hak-hak untuk mencegah pemilik uqar dari menimbulkan terhadap tetangganya.
- Haq syafah atau haq syurb ialah;
“kebutuhan manusia terhadap air untuk diminum sendiri dan untuk diminum binatangnya serta untuk kebutuhan rumah tangganya.”
Ditinjau dari hak syirb, air dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
- Air umum yang tidak dimiliki oleh seseorang, misalnya air sungai, rawa-rawa, telaga, dan yang lainnya. Air milik bersama (umum) boleh digunakan oleh siapa saja dengan syarat tidak memadharatkan orang lain.
- Air di tempat-tempat yang ada pemiliknya, seperti sumur yang dibuat oleh seseorang untuk mengaliri tanaman dikebunnya, selain pemilik tanah tersebut tidak berhak untuk mengusai tempat air yang dibuat oleh pemiliknya. Orang lain boleh mengambil manfaat dari sumur tersebut atas seizing pemilik kebun.
- Air yang terpelihara, yaitu air yang dikuasai oleh pemiliknya, dipelihara dan disimpan disuatu tempat yang telah disediakan, misalnya air kolam, kendi, dan bejana-bejana tertentu.
D. Sebab-sebab pemilik
Harta berdasarkan sifatnya bersedia dan dapat dimiliki oleh manusia, sehingga manusia dapat memiliki suatu benda. Faktor-faktor yang menyebabkan harta dapat dimiliki antara lain;
1. Ikraj al mubahat, untuk harta yang mubah (belum dimiliki oleh seseorang) atau,;
“harta yang tidak termasuk dalam harta yang dihormati (milik yang sah) dan tidak ada penghalang syara’ untuk dimiliki.”
Untuk memiliki benda-benda mubahat diperlukan dua syarat yaitu ;
** benda mubahat belum diikhrazkan oleh orang lain. Seseorang mengumpulkan air dalam satu wadah, kemudian air tersebut dibiarkan, maka orang lain tidak berhak mengambil air tersebut, sebab telah di-ikhraz-kan orang lain.
** adanya niat (maksud) memiliki. Maka seseorang memperoleh harta mubahat tanpa adanya niat, tidak termasuk ikhraz, umpamanya seorang pemburu meletakkan jaringnya disawah, kemudian terjeratlah burung-burung, bila pemburu meletakkan jaringnya sekedar untuk mengeringkan jarring-jaringnya, ia tidak berhak memiliki burung-burung tersebut.
2. Khalafiyah, yang termaksud dengan khalafiyah ialah;
“bertempatnya seseorang atau sesuatu yang baru bertempat ditempat yang lama, yang telah hilang berbagai macam haknya.”
Khalafiyah ada dua macam, yaitu;
** khalafiyah syakhsy ‘an syakhsy, yaitu sewaris menempati tempat si muwaris dalam memiliki harta-harta yang ditinggalkan oleh muwaris, harta yang ditinggalkan oleh muwaris disebut tirkah
** khalafiyah syai’an syai’in, yaitu apabila seseorang merugikan milik orang lain atau menyerobot barang orang lain, kemudian rusak ditangannya atau hilang, maka wajiblah dibayar harganya dan diganti kerugian-kerugian pemilik harta. Maka khalafiyah syai’an sya’in ini disebut tadlmin atau ta’widl (menjamin kerugian)
3. Tawallud min mamluk, yaitu segala yang terjadi dari benda yang telah dimiliki, menjadi hak bagi yang memiliki benda tersebut misalnya bulu domba menjadi milik pemilik domba.
Sebab pemilikan tawallud min mamluk dibagi kepada dua pandangan (i’tibar), yaitu;
** mengingat ada dan tidak adanya ikhtiar terhadap haisl-hasil yang dimiliki (i’tibar wujud al ikhtiyar wa’adamihi fiha).
** pandangan tehadap bekasnya (i’tibar atsariha).
Dari segi ikhtiar, sebab malaiyah (memiliki) dibagi dua macam, yaitu ikhtiyariyah dan jabariyah, sebab ikhtiyariyah adalah;
“sesuatu yang manusia mempunyai hak ikhtiar dalam mewaujudkannya.”
Sebab-sebab ikhtiyariyah ada dua, yaitu ikhtiraj al-mubahat dan ‘uqud.
Sedangkan yang dimaksud sebab jabariyah adalah;
“sesuatu yang senantiasa tidak mempunyai ikhtiar dalam mewujudkannya.”
Sebab-sebab jabariyah ada dua macam, yaitu irts dan tawallud min al-mamluk.
4. Karena penguasaan terhadap milik Negara atas pribadi yang sudah lebih dari tiga tahun, Umar r.a ketika menjabat sebagai khaifah ia berkata; sebidang tanah akan menjadi milik seseorang yang memanfaatkannya dari seseorang yang tidak memanfaatkannya selama tiga tahun”. Hanifah berpendapat bahwa tanah yang belum ada pemiliknya kemudian dimanfaatkan oleh seseorang, maka orang itu berhak memiliki tanah itu.
E. Klasifikasi Milik
Milik yang dibahas dalam fiqh muamalah secara garis besar dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu;
1. Milk tam, yaitu suatu pemilikan yang meliputi benda dan manfaatnyasekaligus, artinya bentuk benda (zat benda) dan kegunaannya dapat dikuasai. Pemilikan tam bisa diperoleh dengan banyak cara, jual beli misalnya.
2. Milk naqishah, yaitu bila seseorang hanya memiliki salah satu dari benda tersebut, memilik benda tanpa memiliki manfaatnya atau memiliki manfaat (kegunaan)nya saja tanpa memiliki zatnya.
Milik naqish yang berupa penguasaan terhadap zat barang (benda) disebut milk taqabah, sedangkan milik naqish yang berupa penguasaan terhadap kegunaannya saja disebut milik manfaat atau hak guna pakai, dengan cara i’arah , wakaf, dan washiyah.
Dilihat dari segi mahal (tempat), milik dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu;
1. Milk al’ain atau disebut pula milk al naqabah, yaitu memiliki semua benda, baik benda tetap (ghair manqul) maupun benda-benda yang dapat dipindahkan (manqul) seperti pemilikan terhadap rumah, kebun, mobil dan motor, pemilikan terhadap benda-benda disebut milk al-‘ain.
2. Milk al- manfaah, yaitu seseorang yang hanya memiliki manfaatnya saja dari suatu benda, seperti benda hasil meminjam, wakaf, dan lainnya.
3. Milk al-dayn, yaitu pemilikan karena adanya utang, misalnya sejumlah uang dipinjamkan kepada seseorang atau pengganti benda yang dirusakkan. Utang wajib dibayar oleh orang yang berutang.
Dari segi shurah (cara berpautan milik dengan yang dimiliki), milik dibagi menjadi dua bagian, yaitu;
1. Milk al-mutamayiz, yang dimaksud milk al-mutamayiz adalah;
“sesuatu yang berpautan dengan yang lain, yang memiliki batasan-batasan, yang dapat memisahkannya dari yang lain.”
2. Milk al-syai’ atau milk al-musya, yaitu;
“milik yang berpautan dengan sesuatu yang nisbi dari kumpulan sesuatu, betapa besar atau betapa kecilnya kumpulan itu.”
Misalnya memiliki sebagian rumah, seperti daging domba dan harta-harta yang dikongsikan lainnya, seekor sapi yang dibeli oleh empat puluh orang, untuk disembelih dan dibagikan dagingnya.
PENUTUP
Kesimpulan :
Dari pembahasan di awal dapat kami mengambil kesimpulan dari pengertian hak, Pengertian hak sama dengan arti hukum dalam istilah ahli Ushul, yaitu :
“sekumpulan kaidah dan nash yang mengatur atas dasar harus ditaati untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia, baik menganai orang maupun mengenai harta.”
Dan berbeda dengan milik kalau milik adalah di dalam buku pokok-pokok fiqh muamalah dan hukum kebendaan dalam islam, didefinisikan sebagai berikut :
“kekhususan terdapat pemilik suatu barang menurut syara’ untuk bertindak secara bebas bertujuan mengambil manfaatnya selama tidak ada penghalang syar’i.”
Saran ; untuk menyempurnakan makalah kami, kami tidak henti-hentinya meminta saran dan masukan untuk menyempurnakan makalah kami dengan baik dikemudian hari. Dan mudah-mudahhan makalah yang sederhana ini ada manfaatnya untuk kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. H. Hendi Suhendi, M.Si, (2008). Fiqh Muamalah. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar