TRAIT & FACTOR DALAM PERSPEKTIF ISLAM (AL-QUR’AN)
A. PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Kepribadian merupakan suatu sistem sifat atau faktor yang saling berkaitan satu dengan lainya seperti kecakapan, minat, sikap, dan temperamen. Hal yang mendasar bagi konseling sifat dan faktor adalah asumsi bahwa individu berusaha untuk menggunakan pemahaman diri dan pengetahuan kecakapan dirinya sebagai dasar bagi pengembangan potensinya
Dan Manusia adalah makhluk Allah yang diciptakan secara sempurna dengan dibekali akal dan nafsu serta qolbu sebagai sesosok khalifah dimuka bumi ini, karenanya dengan semua bekal tersebut manusia ada kalanya ketika akal fikirannya unggul maka kedudukan manusia akanberada diatas malaikat Allah namun ketika hawa nafsunya yang menjadi raja atas diri manusia kedudukannya tidak lebih dari dibawah hewan.
Diantara akal dan nafsu manusia yang saling bertentangan manusia juga dibekali qolbu sebagai penyeimbang, sehingga baik buruknya qolbu manusia bisa ditentukan oleh perilaku manusia, dari setiap perilaku yang dikerjakan manusia setiap hari akan mengahsilkan suatu bentuk kepribadian, dalam kepribadian tersebutlah ciri khas dari manusia akan terlihat.
Dalam Al-Quran yang diturunkan oleh Allah SWT kurang lebih 14 abad yang lalu kepada nabi Muhammad SAW dalam lembaran ayat-ayatnya telah menjelaskan kepada manusai berbagai macam kepribadian yang tedapat dalam diri manusia, kepribadian tersebut dapat diklasifikasikan dalam tiga posisi, yaitu kepribadian yang baik atau khasanah (Muttaqin), kepribadian yang buruk atau dholalah (Kafirun) serta yang terakhir kepribadian yang ada ditengah-tengahnya atau yeng lebih sering kita kenal dengan kepribadian munafik, dalam makalah ini pemakalah akan berusaha menyajikan sedikit tentang bentuk-bentuk kepribadian manusia yang telah ada dan dijelaskan oleh Al-Quran dan disesuaikan dengan konseling trait dan faktor.
2. Rumusan Masalah
Agar pembahasan dalam makalah ini lebih terarah, maka penulis akan membatasai dengan batasan sebagai berikut:
a. Sekilas tentang teori trait dan faktor
b. Teori konseling Trait and Factor dalam tinjauan atau persepektif Al-Qur’an (Islam)
c. Komponen dan bentuk kepribadian dalam Al-Qur’an.
- Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui bagaimana teori konseling trait dan factor
b. Ingin mengetahui tinjauan Al-Qur’an tentang Trait dan factor atau kepribadian
c. Ingin mengetahui komponen dan kepribadian dalam Al-Qur’an
d. Untuk memenuhi tuntutan tugas makalah pada mata kuliah bimbingan dan konseling islam.
B. Teori Konseling “ Trait & Factor”
Toko utama teori sifat dan faktor adalah Walter Bingham, Jhon Darley, Donald G. Paterson, dan E. G. Williamson. Teori sifat dan faktor sering pula disebut sebagai konseling direktif atau konseling yang berpusat pada konselor.
- Konsep utama
Kepribadian merupakan suatu sistem sifat atau faktor yang saling berkaitan satu dengan lainya seperti kecakapan, minat, sikap, dan temperamen. Hal yang mendasar bagi konseling sifat dan faktor adalah asumsi bahwa individu berusaha untuk menggunakan pemahaman diri dan pengetahuan kecakapan dirinya sebagai dasar bagi pengembangan potensinya. Maksud konseling menurut Williamson adalah untuk membantu perkembangan kesempurnaan berbagai aspek kehidupan manusia, serta tugas konseling sifat dan faktor adalah membantu individu dalam memeperoleh kemajuan memahami dan mengelola diri dengan cara membantunya menilai kekuatan dan kelemahan diri dalam kegiatan dengan perubahan kemajuan tujuan-tujuan hidup dan karir (Shertzer & Stone, 1980, 171).
- Proses konseling
Peranan konselor menurut teori ini adalah memberitahukan konseli tentang berbagai kemampuanya yang diperoleh konselor melalui testing. Berdasarkan testing pula konselor mengetahui kelemahan dan kekuatan kepribadian konseli. Pendekatan teori ini sering disebut kognitif rasional karena peranan konselor dalam konseling ialah memberitahukan, memberi informasi, dan mengarahkan konseli. Williamson “ hubungan konseling merupakan hubungan yang sangat akrab, sangat bersifat pribadi dalam hubungan tatap muka, kemudian konselor bukan hanya membantu individu atas apa saja yang sesuai dengan potensinya, tetapi konselor harus mempengaruhi klien berkembang ke satu arah yang terbaik baginya”.
Proses konseling dibagi 5 tahap :
Analisis, merupakan tahapan kegiatan yang terdiri dari pengumpulan data dan informasi klien atau konseli.
Sintetis, merupakan langkah untuk merangkum dan mengatur data dari hasil analisis yang sedemikian rupa sehingga menunjukan bakat klien, kelemahan serta kekuatanya, dan kemampuan penyesuaian diri.
Diagnosis, sebenarnya merupakan langkah pertama dalam bimbingan dan hendaknya dapat menemukan ketetapan dan pola yang dapat mengarahkan kepada permasalahan, sebab-sebabnya, serta sifat-sifat klien yang relevan dan berpengaruh kepada proses penyesuaian diri.
Diagnosis terdiri dari 3 langkah penting:
a. Identifikasi masalah yang sifatnya deskriptif, misalnya dengan menggunakan kategori Bordin atau Pepinsky atau kategori lainya.
Kategori diagnostik Bordin
• Dependence atau ketergantungan
• Lack of information atau kurangnya informasi
• Self-conflict atau konflik diri
• Choice-anxiety atau kecemasan dalam memnuat pilihan
Kategori Pepinsky
• Lack of assurance atau kurangnya dukungan
• Lack of information atau kurangnya informasi
• Lack of Skill atau kurangnya keterampilan
• Dependence atau ketergantungan
• Self-conflict atau konflik diri
b. Menentuka sebab-sebab, yang mencakup perhatian hubungan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan yang dpat menerangkan sebab-sebab gejala.
c. Prognosis, misal diagnosisnya kurang cerdas, prognosisnya menjadi kurang cerdas untuk pengerjaan sekolah yang sulit, sehingga mungkin sekali gagal kalu ingin belajar menjadi dokter. dengan demikian konselor bertanggung jawab dan membantu klien untuk mencapai tingkat pengambilan tanggung jawab untuk dirinya sendiri, yang berarti ia mampu dan mengerti secara logis, tetapi secara emosional belum mau menerima.
Konseling, merupakan hubungan membantu konseli untuk menemukan simbur diri sendiri maupun sumber diluar dirinya dalam upaya mencapai perkembangan dan penyesuaian optimal, sesuai dengan kemampuanya. Ada 5 jenis sifat konseling:
• Belajar terpimpin menuju pengertian diri
• Mendidik kembali atau mengajar sesuai dengan kebutuhan individu dalam mencapai tujuan kepribadianya dan penyesuaian hidupnya.
• Bantuan pribadi konselor supaya konseli mengerti dan terampil dalam menerapkan prinsip dan teknik yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari
• Mencakup hubungan dan teknik yang bersifat menyembuhkan dan efektif
• Mendidik kembali yang sifatnya sebagai katarsis atau penyaluran
Tindak lanjut, mencakup bantuan kepada klien dalam mengahadapi masalah baru dengan mengingatkanya kepada maslah sumbernya sehingga menjamin keberhasilan konseling.
- Teknik konseling
Teknik konseling harus disesuaikan dengan individualitas klien, dan kita tidak dapat menghindari kenyataan bahwa setiap masalah menuntut fleksibelitas dan keragaman konseling” ( Williamson, dalam Petterson, 1996, hal 36)
Teknik-teknik yang sering digunakan dalam proses konseling :
a. Penggunaan hubungan intim (rapport). Konselor menerima konseli dalam hubungan yang hangat, intim, bersifat pribadi, penuh pemahaman dan terhindar dari hal-hal yang mengancam klien.
b. Memperbaiki pemahaman diri. Koseli harus memahami kekuatan dan kelemahan dirinya, dan dibantu untuk menggunakan kekuatanya dalam upaya mengatsi kelemahanya
c. Pemberian nasihat dan perencanaan program kegiatan. Konselor mulaiü bertolak dari pilihan, tujuan, pandangan atau sikap konselor dan kemudian menunjukan data yang mendukung atau tidak mendukung dari hasil diagnosis.
Ada tiga metode pemberian nasehat yang adapat digunakan konselor
● Nasihat langsung ( direct advising), dimana konselor secara terbuka dan jelas menyatakan pendapatnya.
● Metode persuasif, dengan menunjukan pilihan yang pasti secara jelas.
● Metode penjelasan, yang merupakan metode yang paling dikehendaki dan memuaskan.
● Melaksanakan renacana, konselor memberikan bantuan dalam menetapkan pilihan atau keputusan serta implementasinya.
d. Menunjukan kepada petugas lain atau referal, jika konselor merasaü tidak mampu menangani masalah konseli, maka ia harus merujuk konseli kepada pihak lain yang dopandang lebih kompeten untuk membantu konseli.
C. Teori konseling Trait & Factor dalam tijauan atau persepektif Islam (Al-Qur’an)
Yang telah kita ketahui bahwa TF adalah Kepribadian merupakan suatu sistem sifat atau faktor yang saling berkaitan satu dengan lainnya seperti kecakapan, minat, sikap, dan temperamen. Hal yang mendasar bagi konseling TF adalah asumsi bahwa individu berusaha untuk menggunakan pemahaman diri dan pengetahuan kecakapan dirinya sebagai dasar bagi pengembangan potensinya. setiap manusia mempunyai kepribadian yang berbeda, kepribadian merupakan sifat mendasar pada diri manusia baik itu dalam hati, jiwa, perilaku, atau fisik dan kepribadian terbentuk dari pembawaan manusia itu sendiri dan dibentuk oleh lingkungan sekitar.
Di dalam Al-Qur’an menggambarkan deskripsi tentang manusia sebagai berikut :
߉ƒÌムª!$# br& y#Ïeÿsƒä† öNä3Ytã 4 t,Î=äzur ß`»|¡RM}$# $Zÿ‹Ïè|Ê ÇËÑÈ
Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah. (Q.S An-Nisa 4: 28)
äíô‰tƒur ß`»|¡RM}$# ÎhŽ¤³9$$Î/ ¼çnuä!%tæߊ ÎŽösƒø:$$Î/ ( tb%x.ur ß`»|¡RM}$# Zwqàftã ÇÊÊÈ
Dan manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa. ( Q.S Al-Isra 17: 11).
* ã@sWtB Èû÷üs)ƒÌxÿø9$# 4‘yJôãF{$%Ÿ2 ÉdO|¹F{$#ur ÎŽÅÁt7ø9$#ur ÆìŠÏJ¡¡9$#ur 4 ö@yd Èb$tƒÈqtFó¡o„ ¸xsWtB 4 Ÿxsùr& tbrã©.x‹s? ÇËÍÈ
Perbandingan kedua golongan itu (orang-orang kafir dan orang-orang mukmin), seperti orang buta dan tuli dengan orang yang dapat melihat dan dapat mendengar. Adakah kedua golongan itu sama Keadaan dan sifatnya?. Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran (daripada Perbandingan itu)?. (Q.S Hud 11: 24).
Penjelasan bagaimana kepribadian dan keadaan orang yang bertakwa, orang bertakwa yang kemudian disebut “Muttaqin” berasal dari mashdar “Ittiqa” yaitu hal yang menjadi tameng sebagai penghalang antara dirinya dengan orang yang akan mencelakakannya. Muttaqin adalah orang yang mengambil manfaat dari nur Al-Qur’an sekaligus memetik kandungannya. selalu berusaha mencari pertolongan serta kekuatan untuk melaksanakan hukum-hukum Al-Qur’an. mereka berharap hidayah Allah dan berkemauan untuk menerima cahaya kebenaran.
Maksud Muttaqin adalah orang-orang yang hati, ucapan dan perilakunya senantiasa mengejar ridho Allah serta menjauhi siksaannya. Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang bertaqwa lagi beriman akan mendapat surge yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal didalamnya dengan ridho Allah dan mendapat tempat yang bagus disurga ‘And. adapun siksa yang harus dihindari terdapat dua macam yaitu siksa dunia dan akherat. siksa dunia dapat dihindari dengan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta menghindari kekalahan dan putus asa, sedangkan siksa akherat dapat dicegah dengan cara memelihara iman denga ikhlas, teguh memegang tauhid, serta beramal sholeh.
Sedangkan orang kafir yang disebut “Kafirun”, memiliki sifat kufur yang berarti penutup atau menyelimuti, maksudnya adalah menutupi kenikmatan dengan tidak menyatakan syukur. kafir juga berarti mengingkari keesaan dan keberadaan Allah SWT dan Rosul-Nya. disini Allah menjelaskan bahwa kesesatan dan penyelewengan yang dilakukan oleh orang-orang kafir sudah melampaui batas , sehingga akan sia-sia baik diberi peringatan atau tidak. karena Allah telah menutup penglihatan dan pendengaran mereka dari kebenaran dan akhirnya mereka tidak mampu lagi membedakan antara yang bermanfaat dan yang madharat.
Orang-orang kafir merasa bahwa dirinya mengadakan perbaikan dan kebaikan di muka bumi padahal tanpa mereka sadari mereka telah melakukan kerusakan. mereka juga berpendapat bahwa hanya orang yang bodoh yang beriman kepada Allah dan Rosul-Nya padahal merekalah orang-orang yang bodoh.
Perlu diketahui juga bahwa diantara orang-orang kafir terdapat segolongan orang yang disebut munafik. yakni orang-orang yang hanya beriman dimulut saja tetapi hatinya ingkar. merekalah orang-orang kafir yang paling keji, sebab disamping kekafirannya mereka juga mengejek, menipu dan memalsukan tindakannya. mereka membeli kesesatan dengan petunjuk, karena mereka berani menukar petunjuk dengan dusta dan kebohongan yang sesat.
Allah mengumpamakan mereka seperti orang yang menyalakan api tetapi Allah menghilangkan cahayanya dan membiarkan mereka dalam kegelapan, mereka tetap dalam keadaan keadaan, buta, tuli dan bisu yaitu keadaan kehilangan perasaan dan akal sehat, sehingga mereka tidak akan kembali kejalan yang benar. apalah guna telinga apabila tidak digunakan untuk mendengar nasehat para pemberi fatwa, apalah guna lisan apabila tidak digunakan untuk mencari kebenaran serta mengungkapkan hal yang sulit sehingga menjadi mudah dan apalah gunanya mata apabila tidak digunakan untuk melihat contoh-contoh yang baik guna menambah petunjuk dan pengalaman. dijelaskan pula bahwa mereka memilki rasa takut yang sangat besar dalam menghadapi kematian. itulah sebabnya orang-orang munafik ini selalu menghindari medan perang kerena jangankan menghadapi hunusan pedang dimendan perang, mendengar suara petirpun mereka menutup telinga karena takut mati.
Banyak juga teori yang mengklasifikasikan kepribadian seseorang menurut dasar keilmuannya masing-masing
Hippocrates- Galenus mengklasifikasikan kepribadian sebagai berikut:
- Choleris, bersifat penuh semangat dan berdaya juang tinggi
- melanholis, bersifat mudah kecewa dan berdaya juang rendah
- phlegmatic, bersifat tenang dan tidak mudah dipengaruhi
- sanguinis, bersifat ramah tetapi mudah berganti haluan
Sheldon juga mengklasifikasikan manusia atas komponen kejasmanian, temperamen dan psikiatris. sedangkan plato membedakan adanya tiga bagian jiwa yang menjadi penopang suatu kepribadian yakni pikiran (logos), kemauan (themos), hasrat (epithumid).
Kesimpulannya adalah kepribadian manusia itu bukan hanya jiwa tetapi merupakan perpaduan antara hati, sifat, pemikiran, fisik, yang kemudian membentuk perilaku tertentu yang dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan sekitar.
Manusia merupakan mahkluk yang paling mulia diciptakan di muka bumi karena manusia diciptakan lengkap dengan hati dan akalnya serta komponen-komponen lain yang tidak diberikan kepada mahkluk lain. tetapi seiring dengan perkembangannya manusia bisa juga menempati lubang kehinaan yang disebabkan karena tidak menggunakan atau meninggalkan akal sehat atau fitrahnya untuk mencari kebenaran.
Secara sistematis, manusia dapat memperlihatkan kepribadiannya dengan hati, lisan, dan prilakunya, sebagaimana seorang mukmin yang harus dapat membuktikan keimanannya dengan mentasdikkan dengan hatinya, mengucapkan dengan lisannya, serta mengamalkan dengan prilakunya. Sa’id Hawwa menyebutkan empat unsure yang membentuk kepribadian manusia adalah hati, ruh, nafsu dan akal.
Hati disini bukanlah yang terdapat dirongga dada yang dapat ditangkap secara indarawi namun rasa ruhaniah yang halus yang bersifat ghaib yang menjadi tempat untuk keimanan dan kekufuran, yang menjadi tempat bagi rasa cinta dan rasa benci, dialah yang tahu, mengerti, dan paham, dialah yang mendapat perintah, yang dicela, yang diberi sanksi, dan yang mendapat hukuman, dan hatilah yang mengendalikan seluruh hidup manusia.
Ruh adalah perasaan halus (lathifah) manusia, yang tahu dan mengerti dan sedikit sekali manusia yang mengetahui tentang roh ini. firman Allah sebegai berikut:
štRqè=t«ó¡o„ur Ç`tã Çyr”9$# ( È@è% ßyr”9$# ô`ÏB ÌøBr& ’În1u‘ !$tBur OçFÏ?ré& z`ÏiB ÉOù=Ïèø9$# žwÎ) WxŠÎ=s% ÇÑÎÈ
Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu Termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (Q.S Al-Isra 17: 85).
Nafsu adalah jiwa manusia, nafsu atau jiwa bisa menjadi terpuji atau bahkan sebaliknya. bila dikendalikan dengan baik maka akan menjadi jiwa yang tenteram tetapi bila jiwa diserahkan kepada syetan maka akan menjadi jiwa yang menyerah.
Akal adalah ilmu tentang hakikat segala sesuatu. akal ini bertempat dalam hati, bahkan ada yang berpendapat bahwa akal adalah hati. akal adalah sifat orang yang berilmu dan adakalnya juga dimaksudkan sebagai tempat terhimpunnya ilmu pengetahuan.
Manusia sebagai predikat mahkluk yang paling mulia atau sempurna berpotensi untuk berkepribadian baik atau bahkan sangat baik serta berkepribadian buruk atau bahkan sangat buruk. kepribadian bersifat dinamis kadang panas kadang dingin, kadang tenang kadang resah, kadang tinggi kadang rendah, bisa beriman bisa juga menjadi kufur, serta sifat baik tidak akan selalu selamanya baik begitupun sebaliknya. meski bersifat dianamis, ia tetap dapat juga dijaga untuk stabil sebagaimana manusia menjaga keimanannya dengan segala kenikmatannya atau kukuh dengan kekufurannya dengan segala siksaannya.
Kepribadian manusia dalam Al-Qur’an sebagai berikut :
Al-Mu’minun ayat 1-6
ô‰s% yxn=øùr& tbqãZÏB÷sßJø9$# ÇÊÈ tûïÏ%©!$# öNèd ’Îû öNÍkÍEŸx|¹ tbqãèϱ»yz ÇËÈ tûïÏ%©!$#ur öNèd Ç`tã Èqøó¯=9$# šcqàÊÌ÷èãB ÇÌÈ tûïÏ%©!$#ur Nèd Ío4qx.¨“=Ï9 tbqè=Ïè»sù ÇÍÈ tûïÏ%©!$#ur öNèd ööNÎgÅ_rãàÿÏ9 tbqÝàÏÿ»ym ÇÎÈ žwÎ) #’n?tã öNÎgÅ_ºurø—r& ÷rr& $tB ôMs3n=tB öNåkß]»yJ÷ƒr& öNåk¨XÎ*sù çŽöxî šúüÏBqè=tB ÇÏÈ
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. (Q.S Al-Mu’minun 23: 1-6).
Surat Al-Mu’minun Ayat 1-6 menjelaskan kepada kita tentang salah satu pola kepribadian manusia dalam Al-Qur’an yaitu Mukmin beserta ciri-cirinya, pada Ayat 1-4 disebutkan ciri seorang mukmin, Sesungguhnya telah pasti beruntunglah mendapat apa yang didambakannya sebagai orang-orang mukmin, yang mantap imannya dan mereka buktikan kebenarannya dengan amal-amal sholeh yaitu mereka yang khusyu’ dalam shalatnya, Khusyu’ disini ialah tenang, rendah hati, berserah diri lahir dan batin serta perhatiannya terarah kepada shalat yang sedang mereka kerjakan sehingga mereka memperoleh kebahagiaan atas sholatnya. Dimaksud dengan kebahagiaan disini adalah orang-orang yang tidak acuh yakni tidak memberi perhatian atau menjauhkan diri secara lahir dan batin dari hal-hal tersebut.
Mukmin menurut awal surat Al-Mu’minun adalah orang-orang yang membayar zakat yakni menyisihkan sebagian harta bendanya yang sebenarnya milik orang lain atau penyucian jiwa atas mereka yang melakukannya dengan sempurna dan tulus. Sedangkan pada ayat 5-6 menyebutkan penyucian diri manusia dan hal yang pertama disucikan adalah alat kelamin, karena perzinahan adalah puncak kerusakan moral manusia. Pada ayat tersebut menjelaskan tentang konseporang mu’min yang memperoleh kebahagiaan adalah mereka yang selalu menjaga menyangkut kemaluan mereka (pemelihara-pemelihara) yakni tidak menyalurkan kebutuhan biologisnya melalui hal dan cara-cara yang tidak dibenarkan oleh agama.[1]
Mengenai asbabun nuzul yakni sebagai berikut Imam Hakim telah menyampaikan sebuah hadits melalui sahabat Abu Hurairah r.a. bahwasannya Rasulullah saw. “Bilamana melakukan shalat, selalu mengangkat pandangan kelangit”. Maka turunlah ayat ini: yaitu orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya (QS. Al-Mu’minun 23: 2), maka sejak saat itu Rasulullah saw. Menundukkan kepalanya jika sedang mengerjakan shalat. Hadits ini disampaikan pula oleh Ibnu Murdawaih, hanya lafaznya mengatakan, bahwa Rasulullah saw “menolehkan pandangannya, sedang ia dalam shalat”. Disampaikan pula oleh Sa’id Ibnu Mansyur melalui Ibnu Sirin secara mursal, yaitu dengan lafadz yang mengatakan: “bahwasannya Rasulullah saw, membolak-balikkan pandangan matanya dalam shalat”,maka turunlah ayat ini.[2]
Dalam surat Al-Mukminun diterangkan salah satu bentuk kepribadian manusia adalah kepribadian seorang mukmin yang melakukan sholat secara khusyu’, tidak mengerjakan Laghw atau hal-hal yang mampu membatalkan suatu amalan, membayar zakat dan menjaga kemaluan kecuali kepada istri atau budak-budaknya.
Pengertian Mukmin dalam salah satu referensi berarti mereka yang beriman atau percaya kepada yang gaib (Allah, malaikat dan Ruh), menunaikan sholat menafkahkan rezekinya kepada fakir miskin, yatim, beriman pada kitab Allah serta beriman pada hari akhir, tipe ini digolongkan kepada tipe orang yang beruntung karena telah mendapat petunjuk, kalimat definisi mukmin diatas diambil dari salah satu hadits nabi yang diriwayatkan oleh muslim.[3]
Al-Baqarah ayat 13-15
#sŒÎ)ur Ÿ@ŠÏ% öNßgs9 (#qãYÏB#uä !$yJx. z`tB#uä â¨$¨Z9$# (#þqä9$s% ß`ÏB÷sçRr& !$yJx. z`tB#uä âä!$ygxÿ¡9$# 3 Iwr& öNßg¯RÎ) ãNèd âä!$ygxÿ¡9$# `Å3»s9ur žw tbqßJn=ôètƒ ÇÊÌÈ #sŒÎ)ur (#qà)s9 tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqä9$s% $¨YtB#uä #sŒÎ)ur (#öqn=yz 4’n<Î) öNÎgÏYŠÏÜ»u‹x© (#þqä9$s% $¯RÎ) öNä3yètB $yJ¯RÎ) ß`øtwU tbrâäÌ“öktJó¡ãB ÇÊÍÈ ª!$# ä—Ì“öktJó¡o„ öNÍkÍ5 ÷Lèe‘‰ßJtƒur ’Îû öNÎgÏY»uŠøóèÛ tbqßgyJ÷ètƒ ÇÊÎÈ
Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman." mereka menjawab: "Akan berimankah Kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?" Ingatlah, Sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh; tetapi mereka tidak tahu. Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: "Kami telah beriman". dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: "Sesungguhnya Kami sependirian dengan kamu, Kami hanyalah berolok-olok." Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka. (Q.S Al-Baqarah 2: 13-15).
Tafsir pada ayat 13 menekankan bahwa beriman yang benar yaitu semua yang diucapkan harus sesuai dengan yang ada dalam hatinya sebagaimana keimanan manusia yang sempurna, indikator kesempurnaan disini adalah menyadari sebagai makhluk Allah yang mesti tunduk dan patuh kepada-NYA. Namun yang terjadi pada orang munafik adalah mereka mengaku meyakini beriman kepada Allah tapi disisi lain mereka berkhianat dan memusuhi orang-orang yang beriman.
Pada ayat 14-15 menekankankepada penjelasan pada sifat dasar orang munafik yang bermuka dua, apabila ia bertemu dengan orang yang beriman ia mengaku beriman tetapi apabila ia bertemu dengan orang kafir ia juga mengaku kafir.[4]
Adapun Asbabun Nuzul surat ini adalah: Allah berfirman: “dan jika mereka mereka menemui orang-orang beriman” (QS. Al-baqarah 2: 14), diketengahkan oleh Al Wahidi dan Tsa’labi, dari jalu Muhammad bin Marwan dan Assdiyush Shaghir, dari al Kalbiy, dari Abu Shalih, dari Ibnu Abbas, katanya: ayat ini turun mengenai Abdullah bin Ubai dan teman-temannya. Cerita bahwa pada suatu hari mereka keluar lalu ditemui oleh segolongan sahabat Rasulullah saw, maka kata Abdullah bin Ubai: “lihatlah, bagaimana orang-orang itu kuusir dari kalian!” lalu ia maju kemuka dan menjabat tangan Abu Bakar seraya berkata: “selamat untuk Shiddiq penghulu bani Tamim dan sesepuh agama islam, pendamping Rasulullah di dalam gua dan telah membaktikan raga dan hartanya untuk Rasulullah” kemudian dijabatnya pula tangannya Umar seraya berkata: “selamat untuk penghulu bani Adi bin Kaab, faruq yang perkasa (Umar) dalam agama Allah dan telah menyerahkan raga dan hartanya untuk Rasulullah.” Setelah itu disambutnya tangan Ali seraya berkata: “selamat untuk saudara sepupu dan menantu Rasulullah, penghulu bani Hasyim selain Rasulullah.” Kemudian mereka berpisah, maka kata Abdullah kepada anak buahnya: “Bagaimana pendapat kalian tentang perbuatan saya tadi? Nah jika kalian menemui mereka, lakukanlah seperti yang saya lakukan itu!” mereka memuji perbuatannya itu, sementara kaum muslilmin kembali kepada Nabi saw. Dan menceritakan peristiwa tersebut maka turunlah ayat ini.[5]
Surat Al-Baqarahayat 13-15 menjelaskan tentang ciri kepribadian manusia yang tidak mempunyai pendirian, selalu berubah-ubah menurut kemauan, situasi kondisi yang menguntungkan bagi dirinya sendiri, kepribadian tersebut lebih kenal dengan kepribadian fasiq dengan orang yang melakukan kepribadian tersebut disebut orang yang munafik.
Munafik yaitu mereka yang beriman kepada Allah. Dan hari akhir tetapi keimanannnya hanya dimulut saja, sementara hatinya ingkar. Mereka ingin menipu Allah dan orang mu’min walaupun sebenarnya ia menipu dirinya sendiri, sedang mereka tidak sadar. Hati mereka berpenyakit, dan semakin parah penyakitnya karena membuat kerusakan, menambah kebodohan, persekutu dengan setan untuk mengolok-olok orang mu’min. mereka tidak mendapat penerangan dan petunjuk, sehingga senantiasa dalam kegelapan.[6]
Al-Baqarah: 27-28
tûïÏ%©!$# tbqàÒà)Ztƒ y‰ôgtã «!$# .`ÏB ω÷èt/ ¾ÏmÉ)»sWŠÏB tbqãèsÜø)tƒur !$tB ttBr& ª!$# ÿ¾ÏmÎ/ br& Ÿ@|¹qムšcr߉šøÿãƒur ’Îû ÇÚö‘F{$# 4 šÍ´¯»s9'ré& ãNèd šcrçŽÅ£»y‚ø9$# ÇËÐÈ y#ø‹x. šcrãàÿõ3s? «!$$Î/ öNçGYà2ur $Y?ºuqøBr& öNà6»uŠômr'sù ( §NèO öNä3çG‹ÏJム§NèO öNä3‹Í‹øtä† §NèO ÏmøŠs9Î) šcqãèy_öè? ÇËÑÈ
(yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi. Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?(Q.S Al-Baqarah 2: 27-28).
Tafsir pada ayat 27 menjelaskan tentangsifat-sifat orang fasik yaitu ada perjanjian antara manusia dengan Allah yakni bahwa mereka mengakui keEsaan Allah, serta ketundukan mereka kepada-Nya. Mereka adalah orang-orang yang mengurai yaitu membatalkan dan melanggar perjanjian mereka dengan Allah pada perjanjian itu sudah demikian kukuh mereka mengurainya sesudah perjanjian diikat teguh dengan diutusnya para nabi dan rasul dengan bukti-bukti keEsaannya.
Tafsir pada ayat 28 mengingatkan pada orang kafir bahwa sesungguhnya dulu mereka adalah orang yang mati (orang yang tidak ada di dunia) kemudian dihidupkan dan kemudian kembali kepada-Nya.
Asbabun Nuzul surah ini adalah: Diketengahkan oleh Ibnu Jarir dari As Saddiy dengan sanad-sanadnya, tatkala Allah membuat dua buah perumpamaan ini bagi orang-orang munafik yakni firmannya: “perumpamaannya mereka adalah seperti orang yang menyalakan api” dan firmannya: “atau seperti hujan lebat dari langit”, orang-orang munafik mengatakan, bahwa Allah lebih tinggi dan lebih agung sampai membuat perumpamaan-perumpamaan ini. Maka Allah menurunkan: “Sesungguhnya Allah tidak merasa malu untuk membuat tamsil perumpamaan.”Sampai dengan firman-Nya “merekalah orang-orang yang merugi” (QS. Al-Baqarah 2: 26-27).
Bagian terakhir dari tiga rangkaian ayat yang menjelaskan tentang kepribadian manusia menjelaskan tentang kepribadian kafir, namun pada awal ayat pada bagian ini lebih dulu menjelaskan tentang sifat orang fasiq yang suka melanggar perjanjian serta bermuka dua, kemudian menjelaskan tentang ancaman kepada orang-orang kafir agar mereka (orang kafir) mau berpikir bahwa sesungguhnya mereka tidak berdaya dihadapan Allah SWT.
Pengertian Kafir adalah mereka yang ingkar terhadap hal-hal yang harus dipercayai sebagai seorang mu’min, tipe seperti ini digambarkan sebagai tipe yang sesat, karena terkunci hati, pendengaran dan penglihatannya dalam masalah kebenaran. Siksa Allah yang pedih tentu menjadi bagian dari kehidupan akhirnya.
D. PENUTUP
- Kesimpulan
Kepribadian merupakan suatu sistem sifat atau faktor yang saling berkaitan satu dengan lainya seperti kecakapan, minat, sikap, dan temperamen. Manusia adalah makhluk Allah yang diciptakan secara sempurna dengan dibekali akal dan nafsu serta qolbu sebagai sesosok khalifah dimuka bumi ini, Diantara akal dan nafsu manusia yang saling bertentangan manusia juga dibekali qolbu sebagai penyeimbang, sehingga baik buruknya qolbu manusia bisa ditentukan oleh perilaku manusia, dari setiap perilaku yang dikerjakan manusia setiap hari akan mengahsilkan suatu bentuk kepribadian, dalam kepribadian tersebutlah ciri khas dari manusia akan terlihat.
Pada ayat yang disajikan pada makalah ini mencangkup surat Al-Mukminun Ayat 1-6, surat Al-Baqarah ayat 13-15 serta ayat 27-28 menjelaskan tentang kepribadian yang ada dalam diri manusia, kepribadian tersebut adalah kepribadian seorang mukmin, kepribadian seorang munafik serta keribadian seorang yang kafir, setiap kepribadian tersebut memiliki karekteristik seperti yang telah dijelaskan diatas.
- Saran
Pemakalah menyadari dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah terdapat banyak kesalahan dan kekhilafan, pemakalah sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk pemakalah guna mengingatkan dan memperbaiki setiap kesalahan yang ada dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah. Terakhir tidak lupa pemakalah mengucapkan rasa syukur kehadirat Allah SWT serta terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam proses pembuatan makalah.
DAFTAR PUSTAKA
Surya, Mohamad (2003). Teori-Teori Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy
Surya, Mohammad (1994). Dasar-dasar Konseling Pendidikan (Konsep dan Teori). Bandung: Bhakti Winaya.
Abdul Mujib (2007), Kepribadian dalam Psikologi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
M. Quraish Shihab (2000), Tafsir Al-Mishbah Volume 1 dan 9, Ciputat : Lentera Hati.
Imamjalalud-Din Al-Mahally, Imam jalalud-Din Al-Suyuthi (1990), Tafsir Jalalain berikut Asbabun Nuzul, Bandung : Sinar Baru.
[1] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Volume 9, (Ciputat : Lentera Hati, 2000), hlm 145-155
[2] Imam jalalud-Din Al-Mahally, Imam jalalud-Din Al-Suyuthi, Tafsir Jalalain berikut Asbabun Nuzul, (Bandung : Sinar Baru, 1990), hlm 293
[3] Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam, (Jakarta: raja Grafindo Persada, 2007), hlm.174
[4] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Volume 1, (Ciputat : Lentera Hati, 2000), hlm 107-110
[5] Imam jalalud-Din Al-Mahally, Imam jalalud-Din Al-Suyuthi, Op. Cit. hlm 17-18
[6] Abdul Mujib, Op.Cit. hlm.174
Tidak ada komentar:
Posting Komentar