BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbicara mengenai Muhammad Abduh sangatlah melarik karena dari perjalanan yang diperoleh, mendorong Abduh memilih bidang pendidikan sebagai media pengabdian ilmunya dan sebagai tempatnya melontarkan ide-ide pembaharuannya. Dalam melihat dinamika dan wacana yag digagasnya Dalam pandangan Abduh, ia melihat bahwa semenjak masa kemunduran Islam, system pendidikan yang berlaku di seluruh dunia Islam lebih banyak dampak negative dalam dunia pendidikan. System madrasah lama akan menghasilkan ilmu pengetahuan modern., sedangkan sekolah pemerintah mengeluarkan tenaga ahli yang tidak mempunyai visi dan wawasan keagamaan.
Dengan melakukan lintas disiplin ilmu antara kurikulum madrasah dan sekolah, maka jurang pemisah antara golongan ulama dan ilmuwan modern akan dapat diperkecil. Pembaharuan pendidikan ini dilakukan dengan menata kembali struktur pendidikan al-Azhar, kemudian di sejumlah institusi pendidikan lain yang berada di Thanta, Dassuq, Dimyat, dan Iskandariyah. Abduh berharap, melalui upayanya melakukan pembaharuan di lembaga pendidikan al-Azhar, maka pendidikan di dunia Islam akan mengikutinya.
B. Rumusan Masalah
1. Riwayat Muhammad Abduh
2. Pemikiran Muhammad Abduh tentang Pendidikan
3. Pengaruh Muhammad Abduh di Dunia Islam
C. Tujuan Pembahasan
1. Menceritakan Riwayat Muhammad Abduh
2. Menjelaskan Pemikiran Muhammad Abduh tentang Pendidikan
3. Menjelaskan Pengaruh Muhammad Abduh di Dunia Islam
BAB II
MUHAMMMAD ABDUH DAN PEMIKIRAN PENDIDIKANNYA
A. Riwayat Hidup Muhammad Abduh
Muhammad Abduh lahir di Mesir (Desa Mahallat Nashr, Provinsi Gharbiyah), pada tahun 1819 M (1265 H). Ayahnya bernama Abduh Khairullah, warga mesir keturunan Turki. Ibunya adalah perempuan yang berasal dari suku Arab yang nasabnya sampai pada Umar Ibnul Khattab, sahabat Nabi Muhammad SAW.
Pada tahun 1862, yaitu di usia 14 tahun, Abduh dikirim ke Thanta di sebuah lembaga pendidkan Masjid Al-Ahmad, milik Al-Azhar. Di sini ia belajar Bahasa Arab, Al-Qur’an, dan fikih dua tahun belajar di sini, ia merasa bosan. Menurut Abduh, system pendidikannya hanya mengandalkan hafalan dan tidak memberikan kebebasan para muridnya untuk mengembangkan fikirannya. Di usia 17 tahun tepatnya tahun 1866 M, Abduh menikah. Babak baru dari kehidupan Abduh. Tapi ayahnya tidak rela bila Abduh berhenti menuntut ilmu. Maka setelah 40 hari menikah, Abduh diminta ayahnya untuk kembali ke Thanta guna melanjutkan menuntut ilmu. Tapi, Abduh tak langsung ke Thanta, ia mampir ke rumah pamannya, seorang pengikut tarekat Syadziliyah. Semula ia sangat enggan belajar, tetapi karena dorongan paman ayahnya, Syeikh Darwis Khadar, Abduh akhirnya dapat menyelesaikan pelajarannya di Thanta. Setelah dirasa cukup, Abduh lalu melanjutkan menimba ilmu di Masjid Al-Ahmad. Di sinipun Abduh kembali kecewa. Maka ia pun mencari guru di luar Al-Azhar. Dari sinilah abduh belajar ilmu-ilmu non agama yang tidak ia dapatkan dari Al-Azhar, antara lain, filsafat, matematika, dan logika. Ia mendapatkan ilmu-ilmu itu dari Syeik Hasan at-Tawil.
Dari perjalanan yang diperoleh, mendorong Abduh memilih bidang pendidikan sebagai media pengabdian ilmunya dan sebagai tempatnya melontarkan ide-ide pembaharuannya. Dalam melihat dinamika dan wacana yag digagasnya.
Pada tahun 1884, ia diminta oleh al-Afghani untuk dating ke Paris dan bersama-sama menerbitkan majalah Urwatul wutsqa. Pada tahun 1885, ia pergi ke Beirut dan mengajar di sana. Akhirnya, atas bantuan temannya -diantaranya seorang Inggris-, pada tahun 1888 ia kemudian diizinkan pulang ke Kairo. Di sini kemudian ia diangkat sebagai hakim. Pada tahun 1894, ia menjadi anggota majelis al-A’la al-Azhar dan telah banyak memberikan kontribusi bagi pembaharuan di Mesir (al-Azhar) dan dunia Islam pada umumnya. Kemudian pada tahun 1899, ia diangkat sebagai mufti Mesir dan jabatan ini diemban sampai ia meninggal pada tahun 1905 dalam usia kurang lebih 56 tahun.
B. Pandangan Muhammad Abduh tentang Pendidikan
Menurut al-Bahiy, pemikiran Abduh meliputi; segi politik dan kebangsaan, social kemasyarakatan, pendidikan serta akidah keyakinan. Walaupun pemikirannya mencakup berbagai segi, namun bila diteliti, dalam menggagas ide-ide pembaharuannya Abduh lebih menitikberatkan pada bidang pendidikan.
Di antara pemikirannya tentang pendidikan dapat dilihat pada penjelasan data historis berikut:
1. System dan Struktur Lembaga Pendidikan
Dalam pandangan Abduh, ia melihat bahwa semenjak masa kemunduran Islam, system pendidikan yang berlaku di seluruh dunia Islam lebih banyak dampak negative dalam dunia pendidikan. System madrasah lama akan menghasilkan ilmu pengetahuan modern., sedangkan sekolah pemerintah mengeluarkan tenaga ahli yang tidak mempunyai visi dan wawasan keagamaan.
Dengan melakukan lintas disiplin ilmu antara kurikulum madrasah dan sekolah, maka jurang pemisah antara golongan ulama dan ilmuwan modern akan dapat diperkecil. Pembaharuan pendidikan ini dilakukan dengan menata kembali struktur pendidikan al-Azhar, kemudian di sejumlah institusi pendidikan lain yang berada di Thanta, Dassuq, Dimyat, dan Iskandariyah. Abduh berharap, melalui upayanya melakukan pembaharuan di lembaga pendidikan al-Azhar, maka pendidikan di dunia Islam akan mengikutinya.
2. Kurikulum
a. Kurikulum al-Azhar
Kurikulum perguruan tinggi al-Azhar disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat pada masa itu. Dalam hal ini, ia memasukkan ilmu falsafat, logika dan ilmu pengetahuan modern ke dalam kurikulum al-Azhar. Upaya ini dilakukan agar outputnya dapat menjadi ulama modern.
b. Kurikulum Sekolah Dasar
Ia beranggapan bahwa dasar pembentukan jiwa agama hendaknya sudah dimulai semenjak masa kanak-kanak. Oleh karena itu, mata pelajaran agama hendaknya dijadikan sebagai inti semua mata pelajaran. Pandangan ini mengacu pada anggapan bahwa ajaran agama merupakan daassar pembentukan jiwa dan pribadi muslim. Dengan memiliki jiwa kepribadian muslim, rakyat Mesir akan memiliki jiwa kebersamaan dan nasionalisme untuk dapat mengembangkan sikap hidup yang lebih baik, sekaligus dapat meraih kemajuan.
c. Kurikulum Sekolah Menengah dan Sekolah Kejuruan
Ia mendirikan sekolah menengah pemerintah untuk menghasilkan tenaga ahli dalam berbagai lapangan administrasi, militer, kesehatan, perindustrian dan sebagainya. Melalui lembaga pendidikan ini, Abduh merasa perlu untuk memasukkan beberapa materi, khususnya pendidikan agama, sejarah Islam, dan kebudayaan Islam.
Di madrasah-madrasah yang berada di bawah naungan al-Azhar, Abduh mengajarkan ilmu manthiq, falsafah dan tauhid. Sedangkan selama ini al-Azhar memandang ilmu Manthiq, dan falsafah itu sebagai barang haram. Di rumahnya, Abduh mengajarkan pula kitab Tahzib al-Akhlaq yang disusun Ibnu Masykawaih, dan kitab Sejarah Peradaban Eropah yang disusun seorang Prancis yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dengan judul al-Tuhfat al-Adaabiyah fi Tarikh tamaddun al-Mamalik al-Awribiyah.
3. Metode
Di antara metode-metode yang diterapkan Muhammad Abduh dalam upaya meningkatkan pendidikan diantaranya:
a. Metode rasional dan pemahaman.
b. Metode munazharah
c. Mebgembangkan kebebasan ilmiah
d. Menjadikan bahasa Arab yang selama ini hanya merupakan ilmu yang tidak berkembang menjadi bahasa yang berkembang.
Abduh telah membuat sebuah metode yang sistematis dalam menafsirkan al-Qur’an yang didasarkan kepada lima prinsip, yaitu:
a. Menyesuaikan peristiwa-peristiwa yang ada pada masanya dengan nash-nash al-Qur’an.
b. Menjadikan al-Qur’an sebagai sebuah kesatuan
c. Menjadikan surat sebagai dasar untuk memahami ayat
d. Menyederhanakan bahasa dalam penafsiran
e. Tidak melalaikan peristiwa-peristiwa sejarah untuk menafsirkan ayat-ayat yang turun pada waktu itu.
4. Reinterpretasi Pengetahuan Agama Islam
Menurut pandangan abduh, Islam adalah agama yang rasional. Dengan membuka pintu ijtihad, maka dinamika akal dan dapat ditingkatkan. Ilmu pengetahuan harus dimajukan di kalangan rakyat sehingga mereka dapat berlomba dengan masyarakat barat. Apabila Islam ditafsirkan sebaik-baiknya dan difahami secara benar, tak satupun dari ajaran Islam yang bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Akal adalah salah satu dari potensi manusia dan Islam sangat menganjurkan untuk menggunakan akal. Iman menjadi tidak sempurna tanpa didasarkan atas akal. Wahyu tidak menjelaskan hal-hal yang bertentangan dengan akal. Karena itu, jika secara lahiriah sebuah ayat tampak bertentangan dengan akal, maka harus dicari interpretasi sehingga ayat lebih dapat difahami secara rasional. Meskipun demikian, tatkala proses interpretasi telah dilakukan dan ternyata bertentangan dengan akal, maka akal harus tunduk pada kebenaran wahyu.
5. Penghargaan Yang Tertinggi Terhadap Akal Dan Ilmu Pengetahuan Modern
Abduh sangat menghargai akal. Al-Qur’an menurutnya bukan hanya berbicara kepada hati manusia tetapi juga kepadapotensi aklanya. Dengan potensi yang diberikan-Nya, akal mampu membuat hokum dan mengajak manusia tunduk kepada hokum.
Islam tidak bertentangan dengan ilmu pengetahun modern. Pada dasarnya, ilmu berdasar pada hokum alam ciptaan Tuhan. Islam disampaikan melalui wahyu. Sedangkan wahyu berasal dari tuhan.. pengetahuan modern mesti sesuai dengan Islam. Pada dasarnya pendapat ini merupakan suatu ajakan kepada umat agar mempelajari dan mementingkan ilmu pengetahuan.
Penguasaan dan pengembangan terhadap ilmu merupakan salah satu factor dasar bagi kemajuan peradaban umat manusia. Melalui lontaran pemikirannya yang memperbaharui system pendidikan, dapat dikatakan bahwa ia telah membawa negerinya –bahkan dunia Islam- kea rah yang lebih dinamis, terutama bila dibandingkandi saat dunia Islam sedang berada dalam era kemunduran.
6. Perlawanan Terhadap Taqlid
Mengenai perlawanan terhadap taqlid, ditegaskan Abduh bahwa eksistensi taqlid tidak bias dipertahankan, bahkan mesti diperangi. Hal ini disebabkan karena sikap taqlid merupakan penyebab umat menjadi mundur dan tidak dapat maju. Muhammad Abduh dengan keras mengkritik ulama-ulama yang menimbulkan dan mempertahankan sikap taqlid tersebut. Abduh juga menegaskan bahwa sikap taqlid tersebut bertentang dengan tabiat kehidupan dan bahkan bertentangan dengan tabi’at dasar dan cirri Islam sendiri.
Pemikiran Abduh untuk melawan buku-buku yang tendensius sejalan dengan idenya untuk memerangi sikap taqlid dan sekaligus sesuai dengan cita-citanya untuk menghidupkan kembali khazanah buku-buku lama.
Untuk menghidupkan kembali buku-buku yang selama ini telah hilang dari peredaran, pada tahun 1318 H (1900 M) Abduh mendirikan suatu perhimpunan dengan nama Jam’iyat Al-Ihya-i Al-Kutub Al-‘Arabiyah (perhimpunan menghidupkan buku-buku Arab). Perhimpunan ini langsung diketuai oleh Abduh dan mendapat bantuan penuh dari Syek Muhammad Mahmud asy-Syinqiti, seorang ahli bahasa Arab yang terkenal luas dan mendalam ilmunya. Perhimpunan ini berusaha untuk mencetak kembali kitab al-Mudawwanah yang disusun Imam Malik, sebuah kitab fiqih bernilai tinggi yang hampir tidak dikenal umatnya lagi.
C. Pengaruh Abduh di Dunia Islam
Pendapat Abduh, di Mesir sendiri mendapat sambutan dari sejumlah tokoh pembaharu. Murid-muridnya seperti Muhammad Rasyid Ridha, meneruskan gagasan tersebut melalui majalah al-Manar dan Taffsir al-Manar. Kemudian Kasim Amin dengan bukunya Tahrr al-Mar’ah, Farid Wajdi dengan bukunya Dairat, Syekh Thahthawi Jauhari melalui karangannya al-Taj al-Marshuh bi al-Jawahir al-Qur’an wa al-Uluum. Demikian pula selanjutnya seperti husein Haikal, Abbas Mahmud al-akkad, Ibrahim A. kadirAl-Mazin, Musthafa Abdur Razak, dan Sa’ad Zaglul, bapak kemerdekkaan Mesir.
Pemikiran Muhammad Abduh tentang pendidikan dinilai sebagai awal dari kebangkitan Umat Islam di awal abad ke-20.pemikiran Muhammad Abduh yang disebarluaskan melalui tulisannya di majalah al-Manar dan Urwatul Wusqa menjadi rujukan para tokoh pembaharu dalam dunia Islam sehingga di berbagai Negara Islam muncul gagasan mendirikan sekolah-sekolah menggunakan kurikulum seperti yang dirintis Abduh.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Muhammad Abduh lahir di Mesir (Desa Mahallat Nashr, Provinsi Gharbiyah), pada tahun 1819 M (1265 H). Ia meninggal pada tahun 1905 dalam usia kurang lebih 56 tahun. Pememikiran Muhammad Abduh dalam pendidikan meliputi:
1. System dan Struktur Lembaga Pendidikan
2. Kurikulum
3. Metode
4. Reinterpretasi Pengetahuan Agama Islam
5. Penghargaan Yang Tertinggi Terhadap Akal Dan Ilmu Pengetahuan Modern
6. Perlawanan Terhadap Taqlid
B. Saran
Untuk menyempurnakan makalah ini, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca atau pihak yang menggunakan makalah ini. Berpegang pada prinsip tidak ada gading yang tidak retak dan tidak ada final dalam menuntut ilmu kecuali ajal menjemput. Dengan kerendahan hati penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini, dengan senang hati kritik dan saran dan pandangan dari berbagai pihak untuk menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Herry, Muhammad dkk (2006), Tokoh islam yang berpengaruh, Jakarta: Gema Insani
Ramayulis dan Nizar, Samsul (2009), Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar