KENAKALAH REMAJA
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Fase Remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu bereproduksi. Menurut Konopka (Pikunas, 1976) masa remaja ini meliputi remaja awal. remaja madya, dan remaja akhir. Sementara Salzman mengemukakan, bahwa remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung (Dependence) terhadap orang tua ke arah kemandirian (Indepedence), minat-minat seksual. perenungan diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.
Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan norma social yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat dianggap sebagai sumber masalah karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Penggunaan konsep perilaku menyimpang secara tersirat mengandung makna bahwa ada jalur baku yang harus ditempuh. Perilaku yang tidak melalui jalur tersebut berarti telah menyimpang.
Dalam hal ini ada beberapa teori yang membahas mengenahi sebab-sebab terjadinya perilaku kenakalan remaja yang pada dasarnya dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: teori yang mendasarkan pada pandangan bahwa manusia lahir bagaikan kertas putih (tabula rasa) yang dipelopori oleh John Locke dan teori yang mendasarkan pada pandangan bahwa manusia lahir telah membawa potensi-potensi psikis yang biasa disebut dengan aliran nativisme.
2. Rumusan Masalah
Guna menghindari terjadinya pelebaran pemabahasan maka kami dari penulis membuat rumusan masalah agar dalam pembahasan ini dapat terarah sesuai dengan yang menjadi harapa. Adapun rumusan masalah adalah sebagai berikut :
a. Apa yang di maksud dengan makna remaja dan bagaimana problematika pada masa remaja
b. Apa yang dimaksud dengan kenakalan remaja
c. Bagaimana pandangan teori yang membahas mengenai kenakalan remaja
d. Adakah contoh di lingkungan kita mengenai kenakalan remaja.
3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan adalah sebagai berikut:
a. Ingin mengetahui makna dan problematika remaja
b. Ingin mengetahui yang dimaksud dengan kenakalan remaja.
c. Ingin mengetahui beberapa teori yang membahas tentang kenakalan remaja.
d. Bertujuan untuk menambah wawasan mengenai kenakalan remaja.
e. Sebagai salah satu bentuk pemenuhan tugas pada mata kuliah Psikologi Remaja.
B. Makna Remaja dan Problema Remaja
Fase Remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu bereproduksi. Menurut Konopka (Pikunas, 1976) masa remaja ini meliputi remaja awal. remaja madya, dan remaja akhir. Sementara Salzman mengemukakan, bahwa remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung (Dependence) terhadap orang tua ke arah kemandirian (Indepedence), minat-minat seksual. perenungan diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.[1]
Remaja sebagai individu sedang berada dalam proses berkembang atau menjadi (Becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan tersebut, remaja memerlukan bimbingan karena mereka kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya. Di samping terdapat suatu keniscayaan bahwa proses perkembangan individu tidak selalu berlangsung secara mulus atau steril dari masalah. Dengan kata lain, proses perkembangan itu tidak selalu berjalan dalam alur yang linear, lurus atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut, karena banyak factor yang menghambatnya.
Faktor penghambat ini bisa bersifat internal dan eksternal. Faktor penghambat yang bersifat eksternal adalah yang berasal dari lingkungan. Iklim lingkungan yang tidak kondusif itu, seperti ketidakstabilan dalam kehidupan social politik, krisis ekonomi, perceraian orangtua, sikap dan perlakuan orang tua yang otoriter atau kurang memberikan kasih sayang dan pelecehan nilai-nilai moral atau agama dalam kehidupan keluarga maupun masyarakat.
Iklim lingkungan yang tidak sehat tersebut, cenderung memberikan damapak yang kurang baik bagi perkembangan remaja dan sangat mungkin mereka akan mengalami kehidupan yang tidak nyaman, setres atau depresi. Dalam kondisi seperti inilah, banyak remaja yang meresponnya dengan sikap dan perilaku yang kurang wajar bahkan amoral, seperti kriminalitas, meminum minuman keras, penyalahgunaan obat terlarang, tawuran, dan pergaulan bebas ( Kenakalan remaja).[2]
C. Kenakalan Remaja
Istilah kenakalan remaja (jeveneli delinquency) mengacu kepada suatu rentang prilaku yang luas, mulai dari perilaku yang tidak dapat diterima secara social (Seperti bertindak berlebihan disekolah), pelanggaran (Seperti melarikan diri dari rumah) hingga tindakan-tindakan kriminalitas (Seperti mencuri).[3]
Kenakalan remaja yang dimaksud adalah perilaku yang menyimpang dari atau melanggar hukum. Jensen (1985:417) membagi kenakalan remaja ini menjadi empat jenis :
1. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain: Perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain
2. Kenakalan yang menimbulkan korban materi: perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan, dan lain-lain.
3. Kenakalan remaja yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain: pelacuran, penyalahgunaan obat. Di Indonesia mungkin dapat juga dimasukan hubungan seks sebelum menikah.
4. Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orang tua dengan cara minggat dari rumah atau membantah perintah mereka dan sebagainya. Pada usia mereka, perilaku-perilaku mereka memang belum melanggar hukum dalam arti yang sesungguhnya karena yang dilanggar adalah status-status dalam lingkungan primer (keluarga) dan sekunder (sekolah) yang memang tidak diatur oleh hukum secara terinci. Akan tetapi, kalau kelak remaja ini dewasa, pelanggaran status ini dapat dilakukannya terhadap atasannya dikantor atau petugas hukum di dalam masyarakat. Karena itulah pelanggaran status ini oleh Jensen digolongkan juga sebagai kenakalan dan bukan sekedar perilaku menyimpang.[4]
Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan norma social yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat dianggap sebagai sumber masalah karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Penggunaan konsep perilaku menyimpang secara tersirat mengandung makna bahwa ada jalur baku yang harus ditempuh. Perilaku yang tidak melalui jalur tersebut berarti telah menyimpang.
Untuk mengetahui latar belakang perilaku menyimpang perlu membedakan adanya perilaku menyimpang yang tidak disengaja dan yang disengaja, diantaranya karena si pelaku kurang memahami aturan-aturan yang ada. Sedangkan perilaku yang menyimpang yang disengaja, bukan karena si pelaku tidak mengetahui aturan. Hal yang relevan untuk memahami bentuk perilaku tersebut, adalah mengapa seseorang melakukan penyimpangan, sedangkan ia tahu apa yang dilakukan melanggar aturan. Becker mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk mengasumsikan hanya mereka yang menyimpang mempunyai dorongan untuk berbuat demikian.[5] Menurut penulis hal ini disebabkan karena pada dasarnya setiap manusia pasti mengalami dorongan untuk melanggar pada situasi tertentu.
Berdasarkan pandangan sosialisasi, perilaku akan diidentifikasi sebagai masalah sosial apabila ia tidak berhasil dalam melewati belajar sosial (sosialisasi). Kauffman mengemukakan bahwa perilaku menyimpang juga dapat dilihat sebagai perwujudan dari konteks sosial.[6]
Proses sosialisasi terjadi dalam kehidupan sehari-hari melalui interaksi sosial dengan menggunakan media atau lingkungan sosial tertentu. Oleh sebab itu, kondisi kehidupan lingkungan tersebut akan sangat mewarnai dan mempengaruhi input dan pengetahuan yang diserap. Salah satu variasi dari teori yang menjelaskan kriminalitas di daerah perkotaan, bahwa beberapa tempat di kota mempunyai sifat yang kondusif bagi tindakan kriminal oleh karena lokasi tersebut mempunyai karakteristik tertentu.
D. Teori-teori Kenakalan Remaja
Ada beberapa teori yang membahas mengenahi sebab-sebab terjadinya perilaku kenakalan remaja yang pada dasarnya dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: teori yang mendasarkan pada pandangan bahwa manusia lahir bagaikan kertas putih (tabula rasa) yang dipelopori oleh John Locke dan teori yang mendasarkan pada pandangan bahwa manusia lahir telah membawa potensi-potensi psikis yang biasa disebut dengan aliran nativisme.
1. Teori Biologis
Teori ini berpendapat bahwa tingkah laku sosiopatik atau delinkuen pada anak-anak dan remaja dapat muncul karena faktor-faktor fisiologis dan struktur jasmaniah seseorang, juga dapat oleh cacat jasmaniah seseorang, dan juga dapat oleh cacat jasmaniah yang dibawa sejak lahir. Kejadian ini berlangsung (Kartono, 2001):
1) Melalui gen atau plasma pembawa sifat dalam keturunan, atau melalui kombinasi gen; dapat juga disebabkan oleh tidak adanya gen-gen tertentu, yang semuanya bisa memunculkan penyimpangan perilaku, dan anak-anak menjadi delinkuen secara potensial.
2) Melalui pewarisan tipe-tipe kecenderungan yang luar biasa (abnormal), sehingga membuahkan tingkah laku delinkuen.
3) Melalui pewarisan kelemahan konstitusional jasmaniah tertentu yang menimbulkan perilaku delinkuen atau sosiopatik. Misalnya cacat jasmaniah bawaan bracydactylisme (berjari-jari pendek) dan diabetes mellitus (sejenis penyakit gula) itu erat berkorelasi dengan sifat-sifat kriminal serta penyakit mental.
Lebih jelas Jensen (1985) yang dikutip oleh Sarlito Wirawan Sarwono, menurutnya teori psikogenik menyatakan bahwa kelainan perilaku disebabkan oleh kelainan fisik atau genetic (Sarwono, 2001). Searah dengan Jensen, Sheldon dalam teori konstitusinya beranggapan bahwa faktor-faktor genetik dan faktor-faktor biologis lainnya memainkan peranan yang menentukan dalam perkembangan individu. Sheldon menjelaskan bahwa ada sejenis struktur biologis hipotesis (morfogenotipe) yang mendasari jasmani luar yang bisa diamati (fenotipe) dan yang memainkan peranan penting tidak hanya dalam menentukan perkembangan jasmani, tetapi juga dalam membentuk tingkah laku (Hall, 1993).
2. Teori Psikogenis
Teori ini menekankan sebab-sebab perilaku delinkuen dari aspek psikologis. Antara lain faktor inteligensi, ciri kepribadian, motivasi, sikap-sikap yang salah, fantasi, rasionalisasi, internalisasi diri yang keliru, konflik batin, emosi yang kontroversial, kecenderungan psikopatologis dan lain-lain. Menurut Sigmund Freud, sebab-sebab kejahatan dan keabnormalan adalah karena pertempuran batin yang serius antara ketiga proses jiwa (Id, Ego, Superego) sehingga menimbulkan hilangnya keseimbangan dalam pribadi tersebut. Ketidak seimbangan itu menjurus pada perbuatan kriminal sebab fungsi Ego untuk mengatur dan memcahkan persoalan secara logis menjadi lemah (Mulyono, 1995). Argumen sentral dari teori ini adalah sebagai berikut: delinkuen merupakan bentuk penyelesaian atau kompensasi dari masalah psikologis dan konflik batin dalam menanggapi stimuli eksternal atau sosial dan pola-pola hidup keluarga yang patologis (Kartono, 1998).
3. Teori Sosiogenis
Teori sosiogenis yaitu teori-teori yang mencoba mencari sumber-sumber penyebab kenakalan remaja pada faktor lingkungan keluarga dan masyarakat. Termasuk dalam teori sosiogenis ini adalah teori Broken Home dari Mc. Cord, dkk (1959) dan teori “penyalah gunaan anak” dari Shanok (1981) (dalam Sarwono, 2001). Sutherland menyatakan bahwa anak dan para remaja menjadi delinkuen disebabkan oleh partisipasinya ditengah-tengah suatu lingkungan sosial, yang ide dan teknik delinkuen tertentu dijadikan sarana yang efesien untuk mengatasi kesulitan hidupnya (Dalam Kartono, 1998). Healy dan Bronner sarjana Ilmu sosial dari Universitas Chicago yang banyak mendalami sebab-sebab sosiogenis kenakalan remaja sangat terkesan oleh kekuatan kultural dan disorganisasi sosial dikota-kota yang berkembang pesat, dan banyak membuahkan perilaku delinkuen pada anak, remaja serta pola kriminal pada orang dewasa (Dalam Sarwono 2001). Argumen sentral dari teori ini menyatakan bahwa perilaku delinkuen pada dasarnya disebabkan oleh stimulus-stimulus yang ada diluar individu
E. Beberapa Jenis Kenakalan Remaja
- Minum minumanan keras
Minuman keras indentik dengan alcohol, alcohol adalah obatan-obatan yang paling banyak digunakan oleh remaja dimasyarakat kita. Bagi mereka, alcohol adalah memberi saat-saat yang nikmat, juga disaat sedih.[7]
Biasanya minuman keras dipakai atau dikonsumsi pada saat berkencan atau pesta, hal inipun bertambah popular selama masa remaja. Remaja perempuan bersama teman-teman sejenis jarang minum minuman keras disbandingkan dengan remaja putra.[8]
- Pemakaian Obat-obatan Terlarang
- Kokain
- Berhubungan seks sebelum nikah
- Tawuran antar pelajar
- Membolos sekolah
- Pencurian
- Kekarasan
- Pemerkosaan, dan Lain-lain
F. Penutup
- Kesimpulan
Fase Remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu bereproduksi. Menurut Konopka (Pikunas, 1976) masa remaja ini meliputi remaja awal. remaja madya, dan remaja akhir. Sementara Salzman mengemukakan, bahwa remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung (Dependence) terhadap orang tua ke arah kemandirian (Indepedence), minat-minat seksual. perenungan diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.
Salah satu factor kenakalann remaja adalah adanya intraksi yang tidak seimbang antara lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Disamping itu tidak adanya tenpat penyaluran emosi yang positif terhadap apa yang menjadi perasaan atau keinginan dari remaja itu sendiri.
- Saran.
Demikianlah hasil makalah ini yang penuh dengan keterbatasan namun kami dari penulis tetap mengharap semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita pembaca semua khususnya untuk penulis sendiri. Mengiat pepatah nenek moyang kita, tidak ada gading yang tidak retak dan tidak ada final dalam menuntut ilmu kecuali maut sudah menjemput. Tidak ada yang sempurna di dunia ini kecuali Allah itu sendiri. Mengingat hal itu kami dari menulis tetap meminta kritik maupun saran yang ikhlas untuk menyempurnakan atau meningkatkan kualitas makalah kami. Atas perhatiannya terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Soerjono Soekanto, 1988, Sosiologi Penyimpangan, Rajawali, Jakarta. hal 26
Syamsu Yusuf (2009), Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: Remaja RosdaKarya.
Elizabett B. Hurlock (1980), Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Jakarta: Erlangga.
Sarlito Wirawan Sarwono (2007), Psikologi Remaja, Jakarta: Grafindo Persada.
John. W. Santrock (1995), Perkembangan Masa Hidup, Jakarta: Erlangga.
[1] Syamsu Yusuf (2009), Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: Remaja RosdaKarya. hal 184
[2] Syamsu yusuf (2009), Hal 209-210.
[3] John. W. Santrock (1995), Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga. Hal 22.
[4] Sarlito Wirawan Sarwono (2007), Psikologi Remaja, Jakarta: Grafindo Persada. hal. 209-210.
[6] Kaufman, James, M, 1989, Characteristics of Behaviour Disorders of Children and Youth, Merril Publishing Company, Columbus, London, Toronto Hal. 6
[7] John W. Santrock (1995), hal 20
[8] Elizabett B. Hurlock (1980), Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Jakarta: Erlangga. hal 219.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar