Hubungan antara rasa keberhasilan bidang akademik (academic self-efficacy) dengan prestasi belajar mahasiswa.
Oleh :
Najlatun Naqiyah
ABSTRACT
This research about correlation between student’s achievement and student’s self-efficacy of high-achiever, achiever and underachiever. Self-efficacy in academic sphere is how far one’s projection toward his ability to organize and to lead into achieving educational goals (Bandura, 1997). This research is intented to prove as to whether a high self-efficacy student automatically has high-achievement, and vice-versa. The subjects of the research are students of faculty of Mathematic and of Natural Sciences (FMIPA) Surabaya State University at academic year 2008-2009. Research samples are limited to those of fifth semester student at Mathematic, Biology, Physic, and Chemistry with technique of total sampling. They are 154 students. Data were analyzed into two steps. First is to analize student’s scholastical basis using crosstabulation analysis in order to categorize those of underachiever, achiever, and high-achiever. Second step uses questionaire of self-efficacy which derived from Bandura (1997) which based on Likert’s sumated rating prinsip. Hence we examine using cross-tabulation and Chi-square to prove the correlation between academic achievement and student’s self-efficacy. By using Chi-square, we conclude that there is no significant relation between academic achievement and self-efficacy. The conclusion is derived from student’s marks using Chi-quare of faculty of MIPA UNESA, at figure 7,567, with a probability 0,109 (it’s more than 0,05).
Kata kunci : rasa keberhasilan bidang akademik, prestasi belajar, underachiever (kurang), achiever (sesuai) dan highachiever (lebih).
Rasa Keberhasilan di bidang akademik didefinisikan oleh Bandura (2002) sebagai “personal judgments of one’s capabilities to organize and execute courses of action to attain designated types of educational performances”. Rasa keberhasilan bidang akademik ialah penilaian diri seseorang akan kemampuannya untuk mengorganisir dan menjalankan rangkaian perilaku dalam mencapai tujuan pendidikan. Dengan demikian, rasa keberhasilan ialah rasa percaya diri akan kemampuan mengorganisir dan menjalankan serangkaian tindakan yang diperlukan mengatur situasi prospektif (Bandura, 1997). Rasa keberhasilan dalam konteks pembelajaran ialah upaya untuk mencoba supaya mahasiswa bersungguh-sungguh straight in self untuk belajar lebih baik sehingga mahasiswa memperoleh pengalaman keberhasilan.
Penelitian Bandura (1997) menyebutkan bahwa rasa keberhasilan berkaitan dengan kesuksesan akademik. Self-efficacy berkenaan dengan kemampuan yang dirasa seseorang untuk mendapatkan hasil dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kemampuan mahasiswa ini, secara umum, berkenaan dengan kemampuan memaksimalkan kinerja mereka di kelas. Secara umum diketahui bahwa sukses akademik seseorang dipengaruhi oleh kemampuan kognitif mereka. Mahasiswa-mahasiswa yang memiliki potensi intelektual yang tinggi akan memperoleh sukses yang lebih bagus dibanding mereka yang memiliki kemampuan lebih rendah. Akan tetapi, adanya korelasi antara IQ dan prestasi secara khusus hanya dalam ruang lingkup moderat dan perlu diketahui bahwa potensi kognitif tidak akan selalu memperoleh sukses. Sebagaimana dipahami bahwa terdapat individu yang memiliki bakat intelektual, tetapi tidak memiliki kinerja yang baik. Bahkan terdapat banyak para mahasiswa yang memiliki kemampuan lebih rendah dibanding mereka, namun terbukti mempunyai kinerja diatas ekspektasi mereka. Meskipun banyak variabel-variabel yang berinteraksi mengantarkan pada fenomena ini, penulis mempertimbangkan peran rasa keberhasilan menentukan seberapa baik kinerja individu di bidang akademik.
Para ahli psikologi pendidikan umumnya berpendapat bahwa prestasi yang dicapai seorang individu mempunyai hubungan erat dengan kemampuan dan rasa keberhasilan yang dimilikinya. Pada dasarnya prestasi yang dicapai seorang individu merupakan realisasi kemampuannya. Di antara kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan intelektual yang mempunyai hubungan fungsional yang lebih nyata dengan prestasi belajar seseorang (Bennett, 1982; Aiken, 1985). Meskipun menurut pendapat ahli psikologi pendidikan menyatakan bahwa rasa keberhasilan, taraf kemampuan intelektual merupakan alat prediksi bagi prestasi belajar, namun dalam kenyataannya tidak selalu demikian. Bagi mahasiswa yang memiliki prestasi akademik tinggi mereka mempunyai self-efficacy tinggi dan juga sebaliknya. Self-efficacy seseorang dapat dibaca dari kemampuannya menghadapi masalah. Mahasiswa berprestasi tinggi dan memiliki self-efficacy tinggi terdorong melakukan usaha yang gigih, ulet, dan tekun. Mereka memiliki target memperoleh nilai tertinggi diantara teman-temannya. Mereka memiliki rasa ingin tahu lebih banyak terhadap pelajaran di kelas. Mahasiswa yang memiliki tipe seperti ini, biasanya aktif bertanya di kelas, membaca buku literatur dan sering berdiskusi dengan dosen saat di luar kelas.
Self-efficacy memperkuat kegiatan belajar dalam meningkatkan perkembangan kompetensi pendidikan. Keyakinan ini mempengaruhi tingkat prestasi dan motivasi. Schunk (1989, 1991) mengadakan program penelitian dimana siswa yang memiliki defisiensi akademik pada mata pelajaran utama dilibatkan dalam cara belajar mandiri mata pelajaran matematika dan kemampuan bahasa. Materi dibuat berstruktur berbentuk langkah-langkah yang mudah dimana mereka belajar prinsip-prinsip dasar dan mengaplikasikan pengetahuan. Schunk memperlihatkan bahwa frekuensi dan imediasi dari feedback performansi juga mempengaruhi persepsi rasa keberhasilan personal. Sebagai contoh, tidak perduli apakah perkembangan setiap hari dalam belajar diawasi oleh guru atau mahasiswa itu sendiri. Hal tersebut menciptakan persepsi rasa keberhasilan lebih tinggi. (Schunk 1983). pada saat mahasiswa menerapkan dan menetapkan target dalam belajar, mereka memiliki pengalaman penambahan efikasi yang selanjutnya diperkuat oleh perkembangan dalam belajar. Penetapan tujuan proksimal menambah self-efficacy dan perkembangan kemampuan lebih efektif dibanding tujuan-tujuan distal. Karena hasil proksimal memberikan bukti perluasan kemampuan (Bandura dan Schunk 1981).
Bandura (2002) memberikan hipotesa bahwa rasa keberhasilan mempengaruhi tingkat usaha, ulet, dan memilih aktivitas. Rasa keberhasilan yang tinggi akan membuat: (1) Mahasiswa siap berpartisipasi lebih banyak menyelesaikan tugas belajar. (2) Bekerja keras. (3) Memiliki ketekunan lebih lama ketika menghadapi kesulitan dibanding mereka yang meragukan kemampuannya sendiri. (4) Mendorong dirinya mencari berbagai macam usaha meningkatkan prestasi dan kesejahteraan personal. (5) Mahasiswa di dalam dirinya mempercepat ketertarikan pada satu hal dan larut dalam keasyikan beraktivitas. (6) Mahasiswa merasa tenang karena self-efficacy. (7) Menjadikan tugas-tugas sulit sebagai tantangan, dan terpacu untuk memecahkannya. (8) Merencanakan tujuan yang menantang dan memelihara komitmen dengan kuat. (9) Berusaha keras secara terus menerus melawan kemalasan. (10) Jika mahasiswa mengalami kegagalan, maka ia dengan cepat memperbaikinya dan menata diri kembali.
Gejala mahasiswa yang memiliki self-efficacy rendah, tampak kurang percaya diri, meragukan kemampuan akademisnya, tidak berusaha mencapai nilai tinggi di bidang akademik. (1) meragukan kemampuannya (self-doubt). (2) malu dan menghindari tugas-tugas sulit. (3) kurang memiliki aspirasi, komitmennya rendah dalam mencapai tujuan. (4) menghindar, dan melihat tugas-tugas sebagai rintangan dan merasa rugi menyelesaikannya. (5) usaha kurang optimal dan cepat menganggap sulit. (6) lambat memperbaiki self-efficacy apabila mengalami kegagalan. (7) merasa tidak memiliki cukup kemampuan dan bersikap defensif serta tidak belajar dari banyak kegagalan yang dialaminya. (8) mudah menyerah, malas, stres dan depresi. (9) meragukan kemampuan ini mendorong mereka percaya pada hal-hal yang tidak rasional dan yang tidak mendasar pada kenyataan. (10) cenderung takut, tidak aman dan manipulatif. (11) cepat menyerah, merasa tidak akan pernah berhasil. (12) meyakini seakan-akan segalanya "telah gagal''. Pikiran tidak rasional ini berkembang menjadi pikiran negatif (self–scripts) yang terus dipelihara oleh orang yang rendah diri. (The SEA’s program, 2004).
Mahasiswa yang memiliki kemampuan dan pengetahuan tidaklah semata-mata berarti bahwa seorang menggunakan kemampuan tersebut secara efektif dalam kondisi yang sulit (Bandura, 1993). Mahasiswa seringkali menjumpai kesulitan selama belajar. Kesulitan tersebut meliputi lingkungan belajar yang tidak tenang, pikiran-pikiran yang mengganggu, reaksi emosi diri yang negatif dan kemampuan organisasi yang buruk di sekolah. Mereka yang memiliki rasa keberhasilan lebih tinggi tentang kemampuan mengatur dengan efektif, dan kemampuan menangani gangguan lingkungan ini diperkirakan akan memiliki kemungkinan sukses yang lebih tinggi. Contoh, Mahasiswa yang mempunyai rasa keberhasilan pada kompetensi akademik akan menyediakan waktunya lebih banyak untuk memotivasi menuju kesuksesannya. (Schunck 1995). Beberapa reaksi psikologis menyarankan bahwa sekolah harus mengajarkan dan mencipta self-efficacy yang “menjamin” atau merubah pada prestasi akademik. Investigasi yang dilakukan oleh Schunk memperlihatkan bahwa tiga indikasi prestasi akademik berkaitan dengan rasa keberhasilan mahasiswa. Ketiga hal tersebut meliputi keterampilan kognitif dasar, perfomansi pada kerja akademik, dan tes prestasi yang distandarkan. Keyakinan efikasi terbukti mempengaruhi semua tiga bentuk performansi akademik tersebut. (Barry J. Zimmerman, 1994)
Dalam meta-analisa Multon, Brown dan Lent (1991) menguji pengaruh rasa keberhasilan pada prestasi akademik pelajar. Mereka mengidentifikasi 38 karya ilmiah telah diterbitkan dan belum diterbitkan seputar kinerja akademik. Dua puluh lima karya ilmiah menilai kemampuan kognitif dasar, 9 karya menginvestigasi perfomansi pada kerja akademik, dan 4 karya ilmiah menggunakan tes prestasi yang distandarkan. Analisa-analisa tersebut menghasilkan sebuah pengaruh positif berukuran.
Dalam penelitian Naqiyah (2008), menghasilkan temuan: Pertama, adanya pengaruh signifikan coping self-efficacy dengan prestasi akademik mahasiswa di Fakultas Ilmu Pendidikan di Universitas Negeri Surabaya (FIP UNESA) dengan nilai standardized beta = 0,203 pada taraf signifikansi 0,000 yang berarti bahwa coping self efficacy (X) mempengaruhi prestasi akademik mahasiswa (Y1). Kedua, menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan coping self-efficacy terhadap kemampuan skolastik mahasiswa dengan nilai standardized beta = 0,188 pada taraf signifikansi 0,000 yang berarti coping self-efficacy (X) mempengaruhi kemampuan skolastik mahasiswa (Y2). Mahasiswa yang berprestasi rendah dibawah kemampuan (underachiever) memiliki rasa keberhasilan rendah. Mahasiswa cenderung tidak tahan menghadapi kesulitan, tidak memiliki target tertentu, bagi mahasiswa yang terpenting adalah lulus mata kuliah dengan nilai sedang. Mahasiswa cepat merasa puas. Contohnya, puas dengan hanya mendengarkan perkuliahan yang diajarkan oleh dosen di kelas tanpa rasa ingin bertanya lebih jauh. Mahasiswa hanya menyandarkan tugas-tugas mereka ke teman-temannya. Bahkan, mahasiswa selalu menghindar mengerjakan tugas-tugas sulit. Mahasiswa sering ijin keluar kelas saat ada tagihan tugas individual dan sering terlambat.
Collins (1982) meneliti para mahasiswa dengan self-efficacy tinggi, menengah dan rendah pada kemampuan matematika. Para mahasiswa yang yakin atas self-efficacy mereka akan mampu menyelesaikan soal-soal dengan cepat dan mampu mengerjakan lebih banyak lagi soal, dan mereka mencapai kinerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang memiliki self-efficacy rendah. Karenanya self-efficacy merupakan alat prediktor yang baik akan sikap positif mereka terhadap pelajaran matematika, dibanding dengan kemampuan aktual mereka. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh Bouffard-Bouchard (1990) yang bereksperimen dengan meningkatkan self-efficacy pada pelajar tentang tugas-tugas menyelesaikan masalah-masalah yang baru. Self-efficacy para pelajar terlihat bervariasi setelah menganalisa hasilnya, apapun tingkat kemampuan sebelum tes. Para pelajar yang memiliki self-efficacy meningkat akan menggunakan strategi efektif dan lebih sukses dalam menyelesaikan soal-soal dibandingkan dengan mereka yang memiliki self-efficacy rendah. Studi ini membuktikan bahwa keyakinan self-efficacy berkonstribusi pada kinerja akademik melebihi efek-efek kemampuan mereka. (Bandura, 1993). Terdapat banyak bukti mengenai pentingnya relasi signifikan antara self-efficacy dan prestasi di bidang akademik. (Bandura, 1997), (Multon, 1991). (Schunk, 1981), (Miller 2002).
Dalam bidang akademik (Multon, 1991) menganalisa hasil-hasil studi yang dilakukan antara tahun 1997 dan 1998 tentang dampak self-efficacy pada prestasi akademik. Studi ini menilai kinerja akademik dengan menggunakan cara-cara yang bervariasi, meliputi keterampilan dasar kognitif, kerja akademik dan tes-tes yang terstandar. Dan semua itu meliputi sampel dan desain eksperimen beragam. Multon melaporkan seluruh efek-efek dengan ukuran 0,38 mengindikasikan bahwa self-efficacy menempati 14% dari varian-varian performansi akademik siswa.
Study path analisis memperlihatkan bahwa self-efficacy memiliki dampak langsung terhadap kinerja akademik siswa, seperti menulis matematika (Pajares & Miller 1994), Zimmerman & Bandura 1994. Sebagai contoh Pajares dan Kranzeler 1995 meneliti tentang dampak matematika dan sikap umum menyelesaikan masalah matematika pada siswa menengah. Mereka ingin mengukur konstribusi unik yang diciptakan oleh self-efficacy untuk memprediksi capaian akademik pada saat ukuran intelgensi umum (g) dimasukkan dalam model. Model path meliputi self-efficacy pada pelajaran matematika, kemampuan mental umum, dan kecemasan akan matematika. Meskipun dikenal luas bahwa faktor (g) merupakan alat prediksi yang kuat pada kinerja akademik, hasil-hasilnya memperlihatkan bahwa self-efficacy dan kemampuan mental umum memiliki dampak langsung yang dapat diperbandingkan dengan kemampuan menyelesaikan matematika. Fenomena ini perlu diteliti lebih jauh bagaimana hubungan antara rasa keberhasilan bidang akademik (academic self-efficacy) dengan prestasi belajar mahasiswa highachiever, achiever dan underachiever di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Negeri Surabaya (UNESA).
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan umum penelitian ini adalah pertama, mendeskripsikan, menjelaskan hubungan antara rasa keberhasilan bidang akademik (academic self-efficacy) dengan prestasi belajar mahasiswa highachiever, achiever dan underachiever. Kedua, membuktikan hubungan antara rasa keberhasilan bidang akademik (academic self-efficacy) dengan prestasi belajar mahasiswa setiap jurusan dan fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Negeri Surabaya (UNESA).
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan korelasional-deskriptif. Penelitian korelasional ini bertujuan menjelaskan hubungan antara berbagai variabel berdasarkan besar kecilnya koefisien korelasi (Ary, Jacob & Razavich, 1985; Gay, 1990). Penelitian ini berusaha mendeskripsikan interpretasi hubungan yang ada antara variabel independen dan variabel dependen. Penelitian ini menguji hubungan antara rasa keberhasilan akademik dengan prestasi belajar mahasiswa underachiever, achiever, dan highachiever. Penelitian ini menggunakan pendekatan survei dengan rancangan korelasional.
Subjek
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Negeri Surabaya, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Penelitian ini menggunakan sampel mahasiswa di kelas reguler pada pendidikan matematika (32 mahasiswa), pendidikan fisika (42 mahasiswa), pendidikan kimia (42 mahasiswa), dan pendidikan biologi (42 mahasiswa). Mengingat jumlah subjek dalam populasi 154, maka seluruh subjek yang ada pada populasi semuanya dijadikan sampel (total sampling).
Mahasiswa tersebut yang terdaftar pada tahun ajaran 2005/2006, semester lima. Dalam survei ini peneliti menjaring, mahasiswa laki-laki dan perempuan. Mahasiswa yang underachiever, achiever dan highachiever. Kemudian dikaitkan dengan nilai yang diperoleh oleh nilai mata kuliah yang sesuai dengan jurusan masing-masing.
Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini, pertama peneliti mengukur kemampuan skolastik mahasiswa dengan menggunakan tes kemampuan skolastik yang standar (kombinasi dari tes kemampuan numerikal dan kemampuan verbal bagian Defferential Aptitude Test, Bennett, 1982) dan telah diadaptasi oleh Tim Sertifikasi Tes Universitas Negeri Malang. Hasil tes kemampuan skolastik ini dapat memprediksi kemampuan akademik seseorang (Bennett, 1982, Aiken, 1985; dan Anastasi, 1988). Kedua, peneliti membuat daftar isian untuk mendata hasil belajar siswa. Daftar isian ini berisi kumpulan nilai yang diperoleh mahasiswa mata kuliah mayor selama empat semester. Nilai yang dikumpulkan, lalu diubah dalam skor baku, yaitu Z-score. Ketiga, pengisian skala rasa keberhasilan bidang akademik (Academic Self-efficacy) yang diadabtasi dari Bandura (1997). Keempat, membuat tabulasi silang untuk menghubungkan potensi akademik dengan prestasi belajar mahasiswa. Hal itu untuk menentukan highachiever, achiever dan underachiever. Kelima, Peneliti menghubungan rasa keberhasilan bidang akademik dengan prestasi belajar mahasiswa dengan menggunakan tabulasi silang (crosstab). Tabel pertama berisi rasa keberhasilan akademik, tabel kedua, nilai IPK mahasiswa, kemudian akan diuji menggunakan Chi-square.
PengukuranSkala Rasa Keberhasilan Bidang Akademik
Sumber terbentuknya rasa keberhasilan Produk rasa keberhasilan
|
Persuasi verbal kegigihan berusaha Kesiapan fisik bukti keberhasilan
Gambar 1. Sumber dan Produk Rasa Keberhasilan
Skala penilaian rasa keberhasilan bidang akademik diadabtasi dari academic self-efficacy an inventory (Bandura, 1997). Skala tersebut memiliki konstruk (1) kekuatan yang berhubungan dengan potensi diri di bidang akademik, (2) kegigihan untuk bekerja keras, dan (3) dorongan atau keinginan untuk menghasilkan yang lebih baik. Skala self-efficacy 30 item berbentuk kalimat positif dan negatif. Untuk mendapatkan data yang akurat , alat ukur yang telah disusun harus diujicobakan terlebih dahulu pada 30 mahasiswa Fakultas MIPA angkatan 2007 guna menetapkan apakah alat ukur yang telah disusun memenuhi syarat validitas dan reliabilitas. Jika sudah terbukti alat ukur tersebut telah valid dan reliabel, maka dapat digunakan untuk mengumpulkan data, sebab alat ukur yang baik dan terstandar harus teruji validitas dan reliabilitasnya.
Skala rasa keberhasilan bidang akademik menggunakan skala liket. Analisis yang digunakan ialah summated rating dan pearson correlation serta koefisien alpha. Untuk mencapai validitas empirik, penulis menggunakan uji summated rating dan dilanjutkan dengan koefisien alpha dengan mengujicobakan pada 30 mahasiswa dalam populasi yang tidak menjadi sampel penelitian. Untuk menetapkan apakah item alat ukur valid atau tidak dengan jalan mengkorelasikan skor yang diperoleh setiap butir alat ukur dengan skor total. Untuk menguji homogenitas item, digunakan rumus korelasi product moment pearson. Angket tersebut dikenai summated rating dan Alpha Cronbach maka diperoleh hasil uji reliabilitas sejumlah 22 item, sehingga item yang tidak valid tidak diikutsertakan. Hasil koefisiensi reliabilitas dari 22 item tersebut adalah alpha 0,8944. Nilai tersebut menunjukkan bahwa item self-efficacy reliabel.
Analisis Data
Analisis data untuk mengumpulkan data underachiever, achiever dan highachiever dengan menggunakan crosstab antara potensi akademik dengan prestasi belajar mahasiswa. Untuk menjelaskan hubungan antara rasa keberhasilan bidang akademik dengan prestasi belajar mahasiswa menggunakan tabulasi silang (crosstab). Tabel pertama berisi rasa keberhasilan akademik, tabel kedua, nilai prestasi belajar mahasiswa, kemudian akan diuji menggunakan Chi-square untuk membuktikan hubungan antara rasa keberhasilan akademik dengan prestasi belajar mahasiswa di fakultas MIPA UNESA.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Jurusan Pendidikan Biologi
Hasil analisis tabulasi silang pada jurusan pendidikan biologi menunjukkan bahwa jumlah mahasiswa yang diteliti 42 orang. Dari 42 orang tersebut yang memperoleh hasil tinggi pada tes skolastik dan indeks prestasi komulatif (IPK) mahasiswa ada 11 orang. Sedangkan mahasiswa yang memperoleh tes skolastik tinggi tetapi IPK rendah 10 orang. Mahasiswa yang memperoleh tes skolastik tinggi dan IPK sedang ada 18 orang. Mahasiswa yang memperoleh hasil tes skolastik sedang dan IPK sedang terdapat 2 orang, dan 1 orang yang memperoleh tes skolastik sedang, dan IPK rendah. Mahasiswa jurusan biologi yang masuk kategori underachiever sejumlah 10 orang atau 23,8%. Mahasiswa achiever sejumlah 13 orang atau 31.%. Mahasiswa yang tergolong highachiever tidak ditemukan di jurusan pendidikan biologi.
Dari 42 mahasiswa pendidikan biologi yang memiliki self-efficacy tinggi dan IPK tinggi pada jurusan pendidikan biologi ada 5 orang atau 11,9%. Mahasiswa yang memiliki self-efficacy rendah dan IPK rendah ada 3 orang atau 7,1%. Mahasiswa yang memiliki self-efficacy rendah dan IPK tinggi 2 orang atau 4,8%. Mahasiswa yang memiliki self-efficacy tinggi, dan IPK rendah tidak ditemukan.
2. Jurusan Pendidikan Matematika
Hasil analisis tabulasi silang pada jurusan pendidikan matematika menunjukkan bahwa jumlah mahasiswa yang diteliti 32 orang. Dari 32 orang tersebut yang memperoleh hasil tinggi pada tes skolastik dan indeks prestasi komulatif (IPK) mahasiswa ada 8 orang. Sedangkan mahasiswa yang memperoleh tes skolastik tinggi dan IPK rendah 7 orang. Mahasiswa yang memperoleh tes skolastik tinggi dan IPK sedang ada 14 orang. Mahasiswa yang memperoleh hasil tes skolastik sedang dan IPK sedang terdapat 2 orang, dan 1 orang yang memperoleh tes skolastik sedang, dan IPK rendah. Mahasiswa jurusan pendidikan matematika kategori underachiever sejumlah 7 orang atau 21,9 %. Mahasiswa achiever sejumlah 10 orang atau 31.3%. Mahasiswa yang tergolong highachiever tidak ditemukan dijurusan matematika.
Hasil tabulasi silang antara rasa keberhasilan dengan prestasi belajar menjelaskan dari 32 mahasiswa pendidikan matematika yang memiliki self-efficacy tinggi dan IPK tinggi pada jurusan pendidikan matematika ada 4 orang atau 12,5%. Mahasiswa yang memiliki self-efficacy rendah dan IPK rendah 2 orang atau 6,3%. Mahasiswa yang memiliki self-efficacy tinggi dan IPK rendah ada 2 orang atau 6,3%. Mahasiswa yang memiliki self-efficacy rendah dan IPK tinggi 1 orang atau 3,1%.
3. Jurusan Pendidikan Fisika
Hasil analisis tabulasi silang pada jurusan pendidikan fisika menunjukkan bahwa jumlah mahasiswa yang diteliti 42 orang. Dari 42 orang tersebut yang memperoleh hasil tinggi pada tes skolastik dan indeks prestasi komulatif (IPK) mahasiswa ada 10 orang. Sedangkan mahasiswa (underachiever) yang memperoleh tes skolastik tinggi tetapi IPK rendah 9 orang. Mahasiswa yang memperoleh tes skolastik tinggi dan IPK sedang ada 16 orang. Mahasiswa yang memperoleh hasil tes skolastik sedang dan IPK sedang terdapat 3 orang, dan 1 orang yang memperoleh tes skolastik sedang, dan IPK rendah. 1 orang memperoleh tes skolastik rendah dan IPK rendah. Mahasiswa jurusan pendidikan fisika kategori underachiever sejumlah 9 orang atau 21,4%. Mahasiswa achiever sejumlah 14 orang atau 33.3%. Mahasiswa yang tergolong highachiever tidak ditemukan di pendidikan fisika.
Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa mahasiswa yang memperoleh self-efficacy tinggi dan IPK tinggi pada jurusan pendidikan fisika ada 3 orang atau 7,1%. Mahasiswa yang memiliki self-efficacy rendah dan IPK rendah ada 2 orang atau 4,8%. Mahasiswa yang memiliki self-efficacy tinggi dan IPK rendah ada 2 orang atau 4,8%. Mahasiswa yang memperoleh self-efficacy rendah dan IPK tinggi ada 2 orang atau 4,8%.
4. Jurusan Pendidikan Kimia
Hasil analisis tabulasi silang pada jurusan pendidikan kimia menunjukkan bahwa jumlah mahasiswa yang diteliti 38 orang. Dari 38 orang tersebut yang memperoleh hasil tinggi pada tes skolastik dan indeks prestasi komulatif (IPK) mahasiswa ada 4 orang. Sedangkan mahasiswa (underachiever) yang memperoleh tes skolastik tinggi tetapi IPK rendah 3 orang. Mahasiswa yang memperoleh tes skolastik tinggi dan IPK sedang ada 14 orang. Mahasiswa yang memperoleh hasil tes skolastik sedang dan IPK sedang terdapat 3 orang, dan 3 orang yang memperoleh tes skolastik sedang, dan IPK rendah. 3 orang memperoleh tes skolastik rendah dan IPK rendah. Mahasiswa jurusan pendidikan kimia yang masuk kategori underachiever sejumlah 3 orang atau 7,9%. Mahasiswa achiever sejumlah 10 orang atau 26.3%. Mahasiswa yang tergolong highachiever 1 orang.
Mahasiswa yang memiliki self-efficacy tinggi dan IPK tinggi pada jurusan pendidikan kimia ada 1 orang atau 2,6%. Mahasiswa yang memiliki self-efficacy rendah dan IPK rendah ada 2 orang atau 5,3%. Mahasiswa yang memiliki self-efficacy tinggi dan IPK rendah 1 orang atau 2,6%. Mahasiswa yang memiliki self-efficacy rendah dan IPK tinggi ada 3 orang atau 7,9%.
5. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA)
Dari 154 mahasiswa di fakultas MIPA yang tergolong underachiever sejumlah 29 mahasiswa atau (37,7%). Mahasiswa achiever sejumlah 47 mahasiswa atau (61%). Mahasiswa yang tergolong highachiever 1 mahasiswa atau (1,3%).
Tabel 1. Klasifikasi Self-Efficacy dan Z-skor IPK Pada Fakultas MIPA
Tabel 1. menunjukkan bahwa mahasiswa fakultas MIPA ada 154 orang. Mahasiswa yang memiliki self-efficacy tinggi dan IPK tinggi pada fakultas MIPA ada 13 orang atau 8,4%. Mahasiswa yang memiliki rasa self-efficacy rendah dan IPK rendah 9 orang atau 5,8%. Mahasiswa yang memiliki self-efficacy tinggi, dan IPK rendah 5 orang atau 3,2%. Mahasiswa yang memiliki self-efficacy rendah dan IPK tinggi 8 orang atau 5,2%. Chi-Square menerangkan hubungan antara rasa keberhasilan dengan prestasi belajar di fakultas MIPA UNESA adalah 7,567 dengan probabilitas 0,109 (lebih besar dari (0,05). Hal ini menerangkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara rasa keberhasilan akademik dengan prestasi belajar di fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Negeri Surabaya.
Diskusi Hasil
Implikasi penelitian ini secara teoritis dan praktis. Secara teoritis dapat menyumbangkan pengetahuan tentang rasa keberhasilan di bidang akademik. Secara praktis dapat di gunakan oleh dosen dan konselor untuk membantu mahasiswa belajar di perguruan tinggi.
1. Academic self-efficacy mahasiswa berkaitan dengan pengalaman keberhasilan sebelumnya yang diperoleh pada tugas-tugas mata kuliah. Untuk itu Pembelajaran yang digelar oleh dosen perlu memiliki strategi pembelajaran yang bisa membawa mahasiswa (flow) hanyut dalam kesenangan belajar. (The Joy learning) (Raka Joni, 2008). Dosen perlu memberikan tugas-tugas yang menuntut mahasiswa berusaha secara mandiri mengerjakan soal-soal dan mengalami rasa keberhasilan (mastery experience).
2. Pada profesi bimbingan dan konseling ialah berkaitan dengan tugas konselor. Konselor perlu bekerjasama dengan guru bidang studi untuk melihat isi pembelajaran sehingga konselor mampu memberikan bimbingan belajar terhadap mahasiswa. Konselor menggunakan seluruh khazanah kemampuan untuk memahami konseli. Konselor perlu terus belajar menggunakan banyak ilmu pengetahuan untuk praktek konseling. Konselor selayaknya mampu membawa konseli kepada pemecahan masalah. Konselor terampil mengumpulkan informasi dan mengambil tindakan yang tepat untuk membantu konseli memecahkan masalah yang dihadapi.
3. Rasa keberhasilan di bidang akademik bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan prestasi belajar mahasiswa. Ada faktor-faktor lain yang perlu dilakukan oleh penelitian selanjutnya. Faktor-faktor tersebut seperti motivasi berprestasi, dukungan orang tua, lingkungan dan budaya sekolah, self-esteem, ekonomi keluarga, kesejahteraan personal, kreativitas dan lain sebagainya.
Kesimpulan dan Saran
1. Hasil analisis (cross tabulation) antara potensi akademik dengan prestasi belajar menerangkan bahwa dari 154 mahasiswa di fakultas MIPA yang tergolong underachiever sejumlah 29 mahasiswa atau (37,7%). Mahasiswa achiever sejumlah 47 mahasiswa atau (61%). Mahasiswa yang tergolong highachiever 1 mahasiswa atau (1,3%).
- Hasil analisis (cross tabulation) dari 154 mahasiswa fakultas MIPA, memperoleh rasa keberhasilan (self-efficacy) tinggi dan IPK tinggi ada 13 orang atau 8,4%. Mahasiswa yang memiliki rasa keberhasilan (self-efficacy) rendah dan IPK rendah ada 9 orang atau 5,8%. Mahasiswa yang memperoleh self-efficacy tinggi, dan IPK rendah ada 5 orang atau 3,2%. Mahasiswa yang memperoleh self-efficacy rendah dan IPK tinggi 8 orang atau 5,2%.
3. Hasil analisis Chi-Square menerangkan hubungan antara rasa keberhasilan dengan prestasi belajar di fakultas MIPA UNESA adalah 7,567 dengan probabilitas 0,109 (lebih besar dari (0,05). Hal ini menerangkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara rasa keberhasilan akademik dengan prestasi belajar di fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Negeri Surabaya.
Daftar Rujukan
Aiken, L.R.(1985). Psychological Testing and Assessment. Boston: Allyn and Bacon Inc.
Ary, D., Jacobs, L.C & Razavich, A. (1982). Pengantar Penelitian Pendidikan (alih bahasa oleh Arief Furchan) Surabaya. Usaha Nasional.
Bandura, A. (1986). Social Foundations of Thought and Action: A Social Cognitive Theory. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs, N.J. Pretice-Hall.
Bandura, A (1993). Perceived self-efficacy in cognitive development and functioning. Educational Psychlogist, 28, 117-148
Bandura, A. (1994). Self-efficacy. In V.S. Ramachaudran (Ed.), Enclopedia of Human Behavior. (Online). Vol.4, pp.71-81). New York: Academic Press. (Reprinted in H. Friedman (Ed., Encyclopedia of Mental Health. Sandiego: Academic Press, 1998. (http://www.emory.edu/education/mfp/self-efficacy.html, (21 Juni 2005 / Jam 13.30 Wib).
Bandura, A. (1997). Self-efficacy: The Exercise of Control. New York: W. H. Freeman Company.
Bandura, A. (2002). Self-Efficacy in Changing Societies. Cambridge University Press.
Bandura, Albert. Locke, Edwin. A. (2003). Negative Self-Efficacy and Goal Effects Revisited. Journal of Applied Psychology. (Online). Vol. 88, No.1, 87-99. (http://www.emory.edu/education/ ( 21 Juni 2005 / Jam 12.45Wib).
Bandura, A. (2005). Albert Bandura Biographical Sketch. (Online). (http://www.emory.edu/education/biographical/sketch.htm. (21 Juni 2005 / Jam 13.00 Wib).
Bennett, G. K., dkk. (1982). Differential Aptitude Tests: Administrator’s Hand book. New York: The Psychological Corp.
Bouffard-Bouchard, T. (1989). Influence of Self-Efficacy of Performance in a Cognitive Task. Journal of Social Psychology, 130, 353-363.
Brown, I., Jr., & Inouye, D. K. (1978). Learned Helplessness Through Modeling: The Role of Perceived Similarity in Competence. Journal Of Personality And Social Psychology, 36, 900-908.
Collins, J. L. (1982, March). Self-Efficacy and ability in achievement behavior. Paper presented at the annual meeting of the American Educational Research Association, New Yrk City
Gardner, H, (1991) Intellegences Refremed: Multiple Intelgences for tha 21 th century. New York: Basic Books
Joni, R.T., (2008). Resureksi Pendidikan Profesional Guru, PL3 UM, Cakrawala Indonesia.
Lent , R.W., & Hackett, G. (1987). Career Self-Efficacy: Empirical Status and Future Directions. Journal of Vocational Behavior, 30, 347-382.
Miller, P.C., Lefcourt, H.M., Holmes, J.G., Wore, E.E., & Saleh W.E. (1986) “Marital Locus of Control and Marital Problem Solving”. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 51 (1), 161-169.
Multon, K. D., Browns, S. D., & Lent, R. W. (1991). Relation of Self-Efficacy Beliefs to Academic Outcomes : A Meta-Analytic Investigation. Journal of Counseling Psychology, 18, 30-38.
Naqiyah, N., (2008). Hubungan antara Coping Self-Efficacy dengan Prestasi Belajar Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabaya. Lemlit UNESA.
Pajares, F., & Miller, M. D. (1994). Role of Self-Efficacy and Self-Concept Beliefes in Mathematical Problem Solving: A Path analysis. Journal of Educational Psychology, 86, 193-203.
Pajares, F. (1996). Self-efficacy Beliefs in Academic Settings. Review of Educational Research, 66(4), 543-578. http//www.emory.edu.report/ararchive2000/February/erfebruary.14/2-14.00.Pajareshtml. ( 5 Oktober 2005 / Jam 14.35).
Schunck, D.H. (1989). Self-Efficacy and Cognitive Skill Learning. In C. Ames and R Ames (Eds), Research on Motivation in Education. Vol 3, Goals and Cognitions (pp.13-44). San Diego: Academic.
Schunck, D.H. and Hanson, A.R (1985). Peer Models: Influence on Children’s Self-Efficacy and Achievement. Journal of Educational Psychology. 77, 3, 313-322.
Schunck, D.H. (1991). Goal Setting and Self-Evaluation: A Social Cognitive Prespective on Self-Regulation In.M.L.Maehr & P.R. Pintrich (Eds), Advances in Motivation and Achievement (Vol 7, pp 85-113). Greenwich, Conn,: JAI.
Schunck, D.H. (1995). Self-Efficacy and Education and Instruction. In J.E. Maddux (Ed,.), Self-Efficacy, Adaptation, and Adjusment: Theory, Research, and Application (pp.281-303) New York: Plenum.
Sullivan. K.R.& Mahalik.J.R. (2000). Increasing Career Self-Efficacy for Women: Evaluating a Group Intervention. Journal of Counseling & Development. Vol. 78. pp. 54-62.
The SEA Program: Model of Self-esteem, (2004). The Tool of Coping Series and the SEA’s Program Recovery. (Online). (http://www.esteem.model.htm, ( 7 Oktober 2004 / Jam 09.00 Wib).
Zimmerman, B.J., & Bandura, A. (1994). Impact of Self-Regulatory Influences on Writing Course Attainment. American Educational Research Journal, 31, 845-862.
*) Penulis adalah Dosen Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan UNESA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar