Minggu, 08 Mei 2011

Psikologi Kematian

PSIKOLOGI KEMATIAN


A.    Latar Belakang
Kematian merupakan sesuatu yang penuh misteri sehingga banyak tinjauan tentang kematian itu dari berbagai segi. Ada yang meninjau dari segi mistik, segi agama (religius). Tinjauan secara mistik dikaitkan dengan masalah-masalah takhayul, sedangkan tinjauan dari segi agama ada yang mengaitkan dengan masalah gaib. Lain pula tinjauan dari sisi ilmiah, kematian dijelaskan dengan penalaran ilmiah berdasarkan pengalaman manusia. Salah satu tinjauan ilmiah adalah tinjauan dari sisi psikologis.
Sebagai suatu ilmu pengetahuan empiris psikologi terikat pada pengalaman dunia. Psikologi tidak melihat kehidupan manusia setelah mati, melainkan mempelajari bagaimana sikap dan pandangan manusia terhadap masalah kematian, bagaimana jiwa manusia di saat-saat menjelang kematian (sakaratul maut).
Kepercayaan manusia terhadap kematian merupakan salah satu penggerak manusia beragama. Bahkan Durant mengatakan bahwa maut (kematian) adalah asal usul semua agama. Boleh jadi kalau tak ada maut, Tuhan tak akan wujud dalam benak manusia. Dua tokoh psikologi Freud dan Jung menyatakan bahwa ada hubungan erat antara kematian dan perilaku religius. Kematian yang tak terelakkan itu menginsafkan manusia dengan paling tajam akan ketidakberdayaan. Maut merupakan luka paling parah untuk narsisisme insani. Untuk menghadapi frustrasi terbesar ini, manusia bertindak religius.

Memang ada perbedaan bidang kajian antara psikolog sebagai ilmu empiris dengan agama sebagai suatu kepercayaan. Agama menyangkut Allah atau lebih umum “Nan Illahi”, artinya segala sesuatu yang bersifat Allah atau dewa. Sebaliknya psikologi menyangkut manusia dan lingkungannya. Oleh karena itu, psikologi tidak mengeluarkan satu pernyataan pun tentang Allah. Bahkan adanya Allah tidak bisa di-ya-kan atau disangkal, sebab sebagai suatu ilmu pengetahuan empiris psikologi terikat pada pengalaman dunia ini. Objek psikologi bukan Allah melainkan manusia, yakni manusia yang beragama. Dunia ilmu pengetahuan (psikologi) berdasarkan pengalaman dan dunia kerohanian (agama) berdasarkan keimanan.
Psikologi sebagai sebuah ilmu yang mengkaji pikiran, perasaan, dan perilaku seseorang melihat kematian sebagai suatu peristiwa dahsyat yang sesungguhnya sangat berpengaruh dalam kehidupan seseorang. Ada segolongan orang yang memandang kematian sebagai sebuah malapetaka. Namun ada pandangan yang sebaliknya bahwa hidup di dunia hanya sementara, dan ada kehidupan lain yang lebih mulia kelak, yaitu kehidupan di akhirat. Pandangan tersebut melahirkan dua mazhab psikologi kematian. Pertama, mazhab sekuler yang tidak peduli dan tidak yakin adanya kehidupan setelah mati. Kedua mazhab religius, yaitu yang memandang bahwa keabadian setelah mati itu ada. Kehidupan di dunia perlu dinikmati, tetapi bukan tujuan akhir dari kehidupan. Apa saja yang dilakukan di dunia dimaksudkan untuk investasi kejayaan di akhirat.
Dua tokoh psikologi Freud dan Jung menyatakan bahwa ada hubungan erat antara kematian dan perilaku religius. Kematian yang tak terelakkan itu menginsafkan manusia dengan paling tajam akan ketidakberdayaan. Maut merupakan luka paling parah untuk narsisisme insani. Untuk menghadapi frustrasi terbesar ini, manusia bertindak religius (Dister, 1982: 105) Bahkan Durant menegaskan bahwa maut adalah asal usul semua agama. “Boleh jadi kalau tak ada maut, Tuhan tidak akan wujud dalam benak kita.” (Shihab dalam Hidayat, 2006: viii). Masalah kematian sangat menggusarkan manusia. Mitos, filsafat juga ilmu pengetahuan tidak mampu memberikan jawaban yang memuaskan. Hanya agama yang dapat berperan dalam hal ini.

B.     Kematian Sebagai Satu Titik Akhir dari kehidupan
Kematian adalah satu perkara yang lazim dan realiti kepada manusia. Setiap manusia akan menghadapinya. Namun corak kematian manusia adalah dalam kondisi atau situasi yang berbeda-beda. Berlakunya kematian adalah dengan berbagai sebab- musabab:
1.       Kematian Penyakit adalah kematian yang disebabkan oleh sesuatu penyakit seperti kanser, AIDS, sakit jantung, angina ahmar dan lain-lain.
2.      Kematian Tak Diduga adalah kematian yang boleh terjadi akibat kemalangan, bencana, mati ketika tidur dan lain-lain.
3.      Kematian Perkembangan umur atau usia adalah kematian yang berlaku perkembangan hidupnya. Dengan lebih jelas adalah kematian yang bakal dihadapi oleh orang tua.
Apa itu kematian?
Menurut Kalish (1987) menyebut kematian sebagai berhentinya fungsi kognitif dengan andaian ia tidak akan berfungsi kembali. Manusia juga mengalami hilang kebolehan untuk mengalami apa jua perkara seperti berfikir, bertingkahlaku dan mempunyai perasaan.
Menurut Speece dan Brant (1984) menyebut kematian berlaku kepada 4 komponen:
1.      Perhentian dalam kehidupan adalah segala proses kehidupan manusia seperti pergerakan, sensasi dan pemikiran.
2.      Inrrevesity adalah muktamad dan tidak boleh diobati sesuatu keadaan yang mana disebabkan proses dalam atau biologikal.
3.      Kehilangan status adalah merupakan dari suatu keadaan kehidupan yang biasa dilalui, lalu hilang hilang semua ciri-ciri yang mewakili kehidupan lalunya.
4.      Kematian somatic adalah matinya semua sel dalam badan.
Secara umum kematian dapat dikatakan sebagai lenyapnya proses biologikal, psikologikal dan pengalaman sosial dalam sebuah budaya kehidupan. Selain itu kematian juga boleh dikatakan apabila roh terpisah dari jasad. Seseorang individu itu boleh diisytiharkan mati apabila pernafasan dan degupan jantungnya terhenti untuk satu jangka masa tertentu dan aktiviti otaknya tidak berfungsi lagi.
C.    Kecemasan Dalam Menghadapi Kematian Pada Lansia
Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi. Menurut Kepala Kanwil Departemen Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dalam ceramah simposium geriatri, usia lanjut adalah orang-orang yang berusia diatas 56 tahun dan mengandung pengertian bahwa mereka dipandang sudah tidak mampu lagi melaksanakan tugasnya.
Secara umum manusia ingin hidup panjang dengan berbagai upaya yang dilakukan, proses hidup yang dialami manusia yang cukup panjang ini telah menghasilkan kesadaran pada diri setiap manusia akan datangnya kematian sebagai tahap terakhir kehidupannya di dunia ini. Namun demikian, meski telah muncul kesadaran tentang kepastian datangnya kematian ini, persepsi tentang kematian dapat berbeda pada setiap orang atau kelompok orang. Bagi seseorang atau sekelompok orang, kematian merupakan sesuatu yang sangat mengerikan atau menakutkan, walaupun dalam kenyataannya dari beberapa kasus terjadi juga individu-individu yang takut pada kehidupan (melakukan bunuh diri) yang dalam pandangan agama maupun kemasyarakatan sangat dikutuk ataupun diharamkan (Lalenoh, 1993 : 1). Sebaliknya, bagi seseorang atau sekelompok orang, pertambahan usia cenderung membawa serta makin besarnya kesadaran akan datangnya kematian, dan kesadaran ini menyebabkan sebagian orang yang berusia tua tidak merasa takut terhadap kematian. Kematian diterima sebagai seorang sahabat (Tony 1991 : 15).
Dengan demikian orang lanjut usia dalam meniti kehidupannya dapat dikategorikan dalam dua macam sikap. Pertama, masa tua akan diterima dengan wajar melalui kesadaran yang mendalam, sedangkan yang kedua, manusia usia lanjut dalam menyikapi hidupnya cenderung menolak datangnya masa tua, kelompok ini tidak mau menerima realitas yang ada (Hurlock, 1996 : 439).Seperti yang telah dikemukakan diatas, menjadi tua merupakan proses yang wajar dan terjadi pada setiap orang. Permasalahannya adalah bagaimana lansia tersebut bisa menyadari dan mempersiapkan diri untuk menghadapi usia tua. Di sisi lain, ada sebuah anggapan atau pencitraan yang negatif dan positif. Semakin bisa berfikir positif, orang akan semakin bisa menerima kenyataan namun “ menerima ” itu bukan berarti kita menerima apa adanya. Maksudnya adalah bagaimana cara kita menyesuaikan diri dengan usia, melakukan aktivitas secara wajar sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis usia tua.
Proses menua (aging) adalah proses alami yang dihadapi manusia. Dalam proses ini , tahap yang paling krusial adalah tahap lansia (lanjut usia). Dalam tahap ini, pada diri manusia secara alami terjadi penurunan atau perubahan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum ( fisik) maupun kesehatan jiwa secara khusus pada individu lanjut usia. Usia lanjut ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu. Efek-efek tersebut menentukan lansia dalam melakukan penyesuaian diri secara baik atau buruk, akan tetapi ciri-ciri usia lanjut cenderung menuju dan membawa penyesuaian diri yang buruk dari pada yang baik dan kepada kesengsaraan dari pada kebahagiaan, itulah sebabnya mengapa usia lanjut lebih rentan dari pada usia madya (Hurlock, 1999 : 380)
Masalah-masalah kesehatan atau penyakit fisik dan atau kesehatan jiwa yang sering timbul pada proses menua (lansia), menurut Stieglitz (dalam Nugroho; 1954) diantara; Gangguan sirkulasi darah, gangguan metabolisme hormonal, gangguan pada persendian, dan berbagai macam neoplasma. Masalah sosial yang dihadapi lanjut usia (lansia) adalah bahwa keberadaan lansia sering dipersepsikan negatif oleh masyarakat luas. Kaum lansia sering dianggap tidak berdaya, sakit-sakitan, tidak produktif dan sebagainya. Tak jarang mereka diperlakukan sebagai beban keluarga, masyarakat, hingga Negara. Mereka seringkali tidak disukai serta sering dikucilkan di panti-panti jompo. Perubahan perilaku ke arah negatif ini justru akan mengancam keharmonisan dalam kehidupan lansia atau bahkan sering menimbulkan masalah yang serius dalam kehidupannya.
Orang yang sudah lanjut usia seringkali mendapat perlakuan yang sebenarnya tidak mereka inginkan, misalnya selalu disuruh duduk saja. Mungkin para lansia itu akan berfikir, “ Mentang-mentang sudah tua, disuruh diam saja. Padahal kan aku ingin membantu juga”. Begitulah yang biasanya terjadi, yang muda merasa kasihan, sementara yang tua merasa kalau mereka masih sanggup melakukan sesuatu. Apa yang orang muda lakukan pada mereka yang sudah lansia seperti yang dikemukakan tersebut, sebenarnya suatu kesalahan (Bali Post, 2 Juni 2002). Sementara sumber data dari World Bank tahun 1994 (Kompas, 30 Mei 1996) membeberkan usia harapan hidup rata-rata penduduk Indonesia ditahun 1960 hanyalah 46 tahun, tetapi ditahun 1990 usia harapan hidup melonjak menjadi 59 tahun, sedangkan ditahun 1994 adalah 62 tahun. Lantas ditahun 2000 meningkat lagi menjadi minimal 70 tahun.
Usia lanjut dipandang sebagai masa degenerasi biologis yang disertai oleh penderitaan berbagai dengan masa penyakit dan keudzuran serta kesadaran bahwa setiap orang akan mati, maka kecemasan akan kematian menjadi masalah psikologis yang penting pada lansia, khususnya lansia yang mengalami penyakit kronis. Pada orang lanjut usia biasanya memiliki kecenderungan penyakit kronis (menahun/berlangsung beberapa tahun) dan progresif (makin berat) sampai penderitanya mengalami kematian. Kenyataannya, proses penuaan dibarengi bersamaan dengan menurunnya daya tahan tubuh serta metabolisme sehingga menjadi rawan terhadap penyakit, tetapi banyak penyakit yang menyertai proses ketuaan dewasa ini dapat dikontrol dan diobati. Masalah fisik dan psikologis sering ditemukan pada lanjut usia. Faktor psikologis diantaranya perasaan bosan, keletihan atau perasaan depresi (Nugroho, 1992 : 32).
Kecemasan akan kematian dapat berkaitan dengan datangnya kematian itu sendiri, dan dapat pula berkaitan dengan caranya kematian serta rasa sakit atau siksaan yang mungkin menyertai datangnya kematian, karena itu pemahaman dan pembahasan yang mendalam tentang kecemasan lansia penting untuk, khususnya lansia yang mengalami penyakit kronis, dalam menghadapi kematian menjadi penting untuk diteliti. Sebab kecemasan bisa menyerang siapa saja. Namun, ada spesifikasi bentuk kecemasan yang didasarkan pada usia individu. Umumnya, kecemasan ini merupakan suatu pikiran yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan kekhawatiran, rasa tidak tenang, dan perasaan yang tidak baik atau tidak enak yang tidak dapat dihindari oleh seseorang (Hurlock, 1990:91).
Disamping itu juga, ada beberapa faktor lain yang dapat menimbulkan kecemasan ini, salah satunya adalah situasi. Menuruk Hurlock (1990:93) bahwa jika setiap situasi yang mengancam keberadaan organisme dapat menimbulkan kecemasan. Kecemasan dalam kadar terberat dirasakan sebagai akibat dari perubahan sosial yang sangat cepat. Hal ini sesuai dengan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti dengan salah seorang lansia yang sedang mengalami pengobatan rawat jalan karena terkena penyakit kronis di tempat kediamannya, seperti dituturkan oleh Azis salah seorang anak yang orang tuanya sedang menjalani terapi pasca pengobatan penyakit stroke di RSU Saiful Anwar Malang, bahwa
ia pasrah terhadap penyakit yang diderita oleh ibunya, berbagai usaha sudah kami lakukan sebagai anak agar ibu cepat sembuh walaupun tidak 75% sembuhnya. Tapi ibu juga agak rewel susah diatur dan kadang mintanya macem-macem, disuruh diam duduk disitu, ia malah kepengen jalan katanya gak betah tiduran aja”.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh (Casanah,2000:27) mengemukakan bahwa mungkin saja orang yang sudah lanjut usia seringkali mendapat perlakuan yang sebenarnya tidak mereka inginkan, misalnya selalu disuruh duduk saja. Mungkin para lansia itu akan berfikir, “ Mentang-mentang sudah tua, disuruh diam saja. Padahal kan aku ingin membantu juga .” Begitulah yang biasanya terjadi, yang muda merasa kasihan, sementara yang tua merasa kalau mereka masih sanggup melakukan sesuatu. Apa yang orang muda lakukan pada mereka yang sudah lansia seperti yang dikemukaan tersebut, sebenarnya suatu kesalahan. Keluhan-keluhan tersebut merupkan suatu cara yang memang seringkali dilakukan dan terjadi dikalangan lansia yang tujuannya adalah untuk mendapatkan perhatian lebih dari orang-orang terdekatnya yang mungkin hal tersebut bagi si orang tua (lansia) terasa sangat jauh dari dirinya apalagi dalam bentuk perhatian terhadap kesehatan dirinya, seperti pola makan yang sangat diatur, dan lain sebagainya adalah merupakan hasil dari adanya kecemasan akan kondisi kesehatan fisiknya (lansia).
Terdapatnya beberapa penyakit sekaligus pada waktu yang sama, juga sering terjadi pada lansia dan inilah yang sering menimbulkan masalah dalam diagnostik sekaligus menimbukan kecemasan bagi si lansia itu sendiri. Bahkan adakalanya bahwa penyakit yang gawat, kurang diperhatikan karena gejala-gejalanya terselubung oleh keluhan-keluhan umum yang dikemukakan atau oleh karena gejala-gejala proses menjadi tua. Adakalanya mereka melebih-lebihkan keluhan mereka, sebaliknya sering mereka tidak mengemukakan apa yang dirasakan sesungguhnya.
Selain kesehatan fisik yang perlu dipahami, juga ada kesehatan mental, misalnya depresi. Depresi pada lansia memiliki latar belakang yang agak berbeda dengan orang dewasa lainnya, karena depresi pada lansia lebih sering timbul akibat berbagai penyakit fisik yang dideritanya. Suatu ketergantungan hidup pada orang lain timbul pada sebagian lansia yang kondisi fisiknya memang sudah tidak sempurna lagi, sehingga merupakan fenomena kedua penyebab adanya depresi (Nugroho,1992:69). Kecemasan lansia yang mengalami penyakit kronis dalam menghadapi kematian diantaranya adalah terjadinya perubahan yang drastis dari kondisi fisiknya yang menyebabkan timbulnya penyakit tertentu dan menimbulkan kecemasan seperti gangguan penceranaan, detak jantung bertambah cepat berdebar-debar akibatdari penyakit yang dideritanya kambuh, sering merasa pusing, tidur tidak nyenyak, nafsu makan hilang. Kemudian secara psikologis kecemasan lansia yang mengalami penyakit kronis dalam menghadapi kematian adalah seperti adanya perasaan khawatir, cemas atau takut terhadap kematianitu sendiri, tidak berdaya, lemas, tidak percaya diri, ingin bunuh diri, tidak tentram, dan gelisah.
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kecemasan pada lansia yang mengalami penyakit kronis dalam menghadapi kematian diantaranya adalah selalu memikirkan penyakit yang dideritanya, kendala ekonomi, waktu berkumpul dengan keluarga yang dimiliki sangat sedikit karena anak-anaknya tidak berada satu rumah/berlainan kota dengan subyek, kepikiran anaknya yang belum menikah, sering merasa kesepian, kadang sulit tidur dan kurangnya nafsu makan karena selalu memikirkan penyakit yang dideritanya.
Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi kecemasan pada lansia yang mengalami penyakit kronis dalam menghadapi kematian meliputi menghibur dan menenangkan diri dengan menyanyi, rajin beribadah, menyibukkan diri, misalnya mencuci pakaian atau menyirami tanaman. rajin memeriksakan kesehatannnya ke dokter atau puskesmas terdekat dan mengatur pola makan teratur sebisa mungin, dan mengisi hari-harinya dengan cara menjenguk anak dan cucunya atau pergi mengunjungi ke panti jompo.
D.    Kematian dalam Perspektif Agama
  1. Kematian dari perspektif agama Islam
Islam memberikan perspektif yang positif tentang kematian. Kehidupan dan kematian adalah tanda-tenda kebesaran Allah. Kehidupan dan kematian adalah ujian bagi manusia, agar manusia dapat mengambil pelajaran dari keduanya, dan berbuat baik di atas bumi. Dalam Al-Qur’an dinyatakan ;
(Dialah Allah) yang menjadikan  mati dan hidup, supaya dia menguji kalian, siapa diantara kalian yang baik amalnya. ( QS Al-Mulk: 2)
Kematian hanya merupakan salah satu tahap dari perjalanan manusia sebagai makhluk yang diciptakan Allah. Setelah manusia di ciptakan dengan sebaik-baiknya bentuk mulai dari masa konsepsi, Allah kemudian mematikannya. Namun sesudah itu, manusia akan dibangkitkan di hari kiamat.
Menurut perspektif islam, kamatian dianggap sebagai peralihan kehidupan, dari kehidupan dunia menuju kehidupan di alam lain. Menurut islam, setelah meninggal dan dikuburkan, manusia akan dihidupkan kembali. Kematian di alam kubur seperti tidur untuk menghadapi hari kebangkitan. Mereka yang berpisah  karena kematian di dunia, dapat bertemu kembali dalam kehidupan setelah mati, manusia akan mempertanggung jawabkan perbuatannya selama hidup di dunia.
Kehidupan setelah mati merupakan hal yang sulit untuk di buktikan secara emperik. Mereka telah mengalami kematian tidak dapat kembali ke dunia untuk memberi tahu apa yang terjadi setelah mati. Penelitian emperik hanya dapat dilakukan pada orang-orang yang pernah mengalami mati suri, dan setalah beberapa lama, kemudian bangun kembali dari mati sementaranya tersebut. Penelitian terhadap mereka menunjukan adanya kesamaan pola pengalaman mati suri. Hal ini memperlihatkan adanya kemungkinan besar tentang kehidupan setelah mati.

  1. Kematian menurut pespektif agama Kristian
Kematian ialah permulaan dan permulaan sesuatu yang indah jika anda menjalani hidup menurut jalan Tuhan. Semua menyedari bahwa ada kehidupan selepas kematian dan ada balasan.
Kitab Bible bukan sangat jelas mengenai bila masa seseorang akan menemui takdir muktamadnya. Kitab Injil memberitahu kita bahawa selepas masa mati, seseorang diangkat ke syurga atau dihantar ke neraka berasaskan samada dia percaya kepada Jesus sebagai Penyelamat Individu? Bagi orang yang percaya kepada Jesus, selepas kematian dia akan meninggalkan badan fizikal ini dan berada bersama dengan Tuhan Jesus (2 Korintus 5:6-8; Filipi 1:23). Untuk mereka yang tidak percaya, selepas kematian mereka akan mengalami hukuman abadi di dalam neraka (Lukas 16:22-23).
Wahyu 20:11-15 menguraikan mereka yang berada di neraka adalah dicampak ke dalam tasik api. Wahyu bab 21-22 menguraikan satu Syurga Baru dan Bumi Baru. Oleh itu, nampaknya sehingga kebangkitan terakhir, selepas mati roh manusia akan berada di satu Syurga atau Neraka sementara. Takdir muktamad seseorang tidak akan diubah tetapi lokasi takdir akhirnya mungkin bertukar. Setakat sesuatu ketika selepas mati, mereka yang percaya kepada Jesus akan dihantar ke Syurga Baru dan Bumi Baru (Wahyu 21:1). Setakat sesuatu ketika selepas mati,mereka yang tidak percaya kepada Jesus akan dicampak ke dalam tasik api (Wahyu 20:11-15). Inilah destinasi terakhir dan abadi untuk semua orang – berasaskan sepenuhnya ke atas samada dia percaya kepada Jesus untuk penyelamatan dan pengampunan dosa.

  1. Kematian menurut perspektif agama Buddha
Salah satu alasan mengapa orang-orang cenderung menjadi takut terhadap kematian ialah mereka tidak tahu apa yang akan mereka alami . Di dalam tradisi Buddhis Tibet ada keterangan yang jelas dan terperinci mengenai proses kematian, yang meliputi lapan tahap. Lapan tahap itu berhubungan dengan pencerai-beraian berbagai faktor secara beransur-angsur, seperti empat elemen: tanah, air, api, dan udara. Jika mereka melewati lapan tahap itu, akan muncul berbagai tanda internal dan eksternal. Empat elemen tercerai berai pada empat tahap yang pertama. Pada tahap pertama, elemen tanah mulai terpisah, dan kelihatan dari tanda luar iaitu: tubuh seseorang menjadi lebih kurus dan lebih lemah dan secara internal orang itu melihat berbagai ilusi. Pada tahap kedua,unsur air mulai terpisah dengan tanda eksternal, tubuh mengering, dan secara internal orang tersebut melihat asap. Elemen api mulai terpisah pada tahap ketiga, dengan tanda eksternal, pendengaran dan kemampuan mencerna mengalami penurunan dan secara internal orang tersebut memiliki suatu penglihatan terhadap tanda-tanda. Pada tahap keempat, angin atau udara terpisah, dengan tanda eksternalnya: nafas berhenti, dan secara internal: orang itu melihat sebuah bara api yang hampir menyala. Ini adalah saat dimana seseorang dinyatakan mati. Elemen-elemen fizik yang besar telah tercerai berai secara keseluruhan, nafas telah berhenti, dan sudah tidak ada lagi gerakan di dalam otak atau sistem sirkulasi. Bagaimanapun juga, menurut Buddhisme, kematian belum terjadi kerana fikiran atau kesedaran masih ada di dalam jasad fizik. Ada beberapa tingkat fikiran: kasar, halus, dan sangat halus. Fikiran atau kesedaran kasar terdiri dari: enam kesedaran Indra kita dan lapan puluh konsepsi instinktif. Yang pertama terpisah pada empat tahap yang pertama. Yang belakangan terpisah pada tahap kelima, mengikuti orang yang mendapat penglihatan tentang warna putih (visi putih). Pada tahap keenam, visi putih hilang dan visi merah muncul. Pada tahap ketujuh, visi merah lenyap dan visi kegelapan muncul. Visi-visi putih, merah, dan kegelapan merupakan tahap kesedaran yang halus. Akhirnya, pada tahap kelapan, visi kegelapan lenyap dan fikiran yang sangat halus yang berupa cahaya terang menjadi nyata. Ini adalah tahap fikiran kita yang paling halus dan paling murni atau kesedaran. Para meditator yang mengalaminya mampu memanfaatkan cahaya terang dari fikiran ini untuk bermeditasi dan merealisasi kebenaran mutlak, bahkan mencapai pencerahan. Itulah sebabnya para meditator seperti itu tidak takut menghadapi kematian, bahkan kelihatan berani menghadapi kematian seolah-olah akan pergi untuk berhibur.
E.     Penutup
  1. Kesimpulan
Kematian adalah satu perkara yang lazim dan realiti kepada manusia. Setiap manusia akan menghadapinya. Namun corak kematian manusia adalah dalam kondisi atau situasi yang berbeda-beda. Berlakunya kematian adalah dengan berbagai sebab- musabab:
1)      Kematian Penyakit adalah kematian yang disebabkan oleh sesuatu penyakit seperti kanser, AIDS, sakit jantung, angina ahmar dan lain-lain.
2)      Kematian Tak Diduga adalah kematian yang boleh terjadi akibat kemalangan, bencana, mati ketika tidur dan lain-lain.
3)      Kematian Perkembangan umur atau usia adalah kematian yang berlaku perkembangan hidupnya. Dengan lebih jelas adalah kematian yang bakal dihadapi oleh orang tua.
  1. Saran
Pemakalah menyadari bahwa dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah terdapat banyak kesalahan dan kekhilafan dari kurangnya sumber buku, pemakalah sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk pemakalah guna mengingatkan dan memperbaiki setiap kesalahan yang ada dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah. Terakhir tidak lupa pemakalah mengucapkan rasa syukur kehadirat Allah SWT serta terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam proses pembuatan makalah ini.

DAFTAR PUSTKA


Hidayat, Komaruddin (2006), Psikologi Kematian. Bandung: Mizan.
Hurlock, Elizabeth. (1990), Psikologi Perkembangan edisi kelima,  Jakarta: Erlangga
Santrock, Jhon. W ( Life Span Development, Perkembangan Masa Hidup. Jilid II Erlangga
Hasan, Aliah B. Purwakania (2006), Psikologi Perkembangan Islami, Jakarta: Raja Grafindo Persada
http://www.lulu.com/content/5865445    (28 April 2011)

Makalah ini disampaikan pada mata kuliah psikologi orang dewasa !!
         Dengan dosen Bpk. Muslim Afandi. M.Pd.

1 komentar: