Kamis, 21 April 2011

KEWAJIBAN BELAJAR-MENGAJAR DALAM AL-QUR’AN

KEWAJIBAN BELAJAR-MENGAJAR DALAM AL-QUR’AN

A.    PENDAHULUAN
1. Latar Belakang             
  Manusia diciptakan Allah dengan berbagai potensi yang dimilikinya, tentu dengan alasan yang sangat tepat potensi itu harus ada pada diri manusia, sebagaimana sudah diketahui manusia diciptakan untuk menjadi khalifatullah fil ardh. Potensi yang dimiliki manusia tidak ada artinya kalau bukan karena bimbingan dan hidayah Allah yang terhidang di alam ini. Namun manusia tidak pula begitu saja mampu menelan mentah-mentah apa yang dia lihat, kecuali belajar dengan megerahkan segala tenaga yang dia miliki untuk dapat memahami tanda-tanda yang ada dalam kehidupannya. Tidak hanya itu, manusia setelah mengetahui wajib mengajarkan ilmunya agar fungsi kekhalifahan manusia tidak terhenti pada satu masa saja, Dan semua itu sudah diatur oleh Allah SWT.
Menuntut ilmu merupakan kewajiban dan kebutuhan manusia. Tanpa ilmu manusia akan tersesat dari jalan kebenaran. Tanpa ilmu manusia tidak akan mampu merubah suatu peradaban. Bahkan dirinyapun tidak bisa menjadi lebih baik.

KEWAJIBAN BELAJAR MEMBACA AL-QUR’AN

KEWAJIBAN BELAJAR MEMBACA AL-QUR’AN

A.    PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW., sebagai salah satu rahmat yang tidak ada taranya bagi alam semesta. Di dalamnya terkumpul Wahyu Ilahi yang menjadi petunjuk, pedoman dan pelajaran bagi siapa yang mempercayai serta mengamalkannya. Bukan itu saja, Al-Qur’an itu adalah Kitab Suci yang paling penghabisan diturunkan Allah, yang isinya mencakup segala pokok-pokok syariat yang terdapat di dalam Kitab-kitab Suci yang diturunkan sebelumnya. Karena itu, setiap orang yang mempercayai Al-Qur’an, akan bertambah cinta kepadanya, cinta untuk membacanya, untuk mempelajari dan memahaminya serta untuk mengamalkan dan mengajarkannya sampai merata rahmatnya dirasai dan dikecap oleh penghuni alam semesta.
Setiap Mu’min harus yakin, bahwa membaca Al-Qur’an saja sudah termasuk amal yang sangat mulia dan akan mendapat pahala yang berlipat ganda. Sebab, yang dibacanya itu adalah Kitab Suci Ilahi. Al-Qur’an adalah bacaan yang paling baik bagi seorang Mu’min. Baik dikala senang maupun susah, di kala gembira ataupun sedih. Malahan membaca Al-Qur’an itu bukan saja menjadi amal dan ibadah, tetapi juga menjadi obat dan penawar bagi orang yang gelisah jiwanya.

ISLAM DAN TAMADDUN MELAYU PADA MASA KERAJAAN MALAKA

ISLAM DAN TAMADDUN MELAYU PADA MASA KERAJAAN MALAKA


A.    Pendahuluan
Pembahasan tentang kerajaan Malaka sangatlah menarik karena membahas kerajaan yang cukup tenar di bumi melayu khususnya di riau bahkan di negeri seberang (Malaisia dan singapura). Kerajaan malaka ini di dirikan  oleh Parameswara, seorang raja keturunan Sriwijaya yang melarikan diri setelah kerajaan Sriwijaya runtuh.[1]dan pada awalnya Melaka bukanlah sebuah kerajaan islam, Melaka berubah menjadi kerajaan islam pada tahun 1409.[2] apabila Parameswara menikah dengan puteri dari pasai dan ia masuk islam. Ia mewarisi kepandaian politik dan karisma yang besar sehingga di waktu pelariannya itu, ia masih mendapat penghormatan dan dukungan dari tempat-tempat yang ia lalui. Setelah diusir dari Palemban
Parameswara pergi ke Tumasik (Singapura) dan berhasil membunuh rajanya. Ia menjadi raja di sana untuk beberapa tahun sebelum  mendirikan Malaka. Tome Pires mengatakan ini menjadi pengalaman dan intrik politik secara alami untuk akhirnya bisa menjadi seorang penggagas sebuah kerajaan.[3]
Dan kerjaan malaka mengalami kemajuan atau kegemilangan pada kemuncak zaman kegemilangannya. Pada tahun 1459, Sultan Mansur Shah (1459 - 1477) menaiki takhta dan Pemerintahan Sultan Mahmud Shah juga mengalami rancangan jahat dan ketidakadilan. Beliau bukan seorang raja yang cakap, akan tetapi beliau juga seorang korban keadaan. Ayahandanya (Sultan Alaudin Riayat Shah) mangkat pada usia yang masih muda. Oleh karena itu baginda menaiki takhta ketika masih kanak-kanak. Portugis pada awal abad ke-16 sedang melancarkan imperialisme ke luar negeri. Malaka ditaklukan oleh Portugis pada 24 Agustus 1511.

Pengaruh kelompok sebaya

BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Kita berbicara mengenai kelompok sebaya dan sosialisasi sangatlah menarik. Mengapa ?, karena kita akan mengetahui sejauh mana pengaruh teman sebaya kita terhadap perkembangan kepribadian dan mobilitas sosial suatu masyarakat. Yang telah kita ketahui bahwa Kelompok sebaya adalah lingkungan kedua setelah keluarga, yang berpengaruh bagi kehidupan individu. Terpengaruhnya tidaknya individu dengan teman sebaya tergantung pada persepsi individu terhadap kelompoknya, sebab persepsi individu terhadap kelompok sebayanya akan menentukan keputusan yang diambil nantinya.
Sedangkan Proses membimbing individu ke dalam dunia sosial disebut dengan sosialisasi. Sosialisasi dilakukan dengan mendidik individu tentang kebudayaan yang harus dimiliki dan diikutinya, agar ia menjadi anggota yang baik dalam masyarakat dan dalam berbagai kelompok khusus. Sosialisasi dapat dianggap sama dengan pendidikan.

Hadist Tujuan Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Mengingat pentingnya hadis yakni sebagai pedoman dalam pelaksanaan aktivitas kita dalam sehari-hari atau sebagai hukum dalam penentuan suatu kebijakan yang akan diambil baik itu dalam pembuatan kurikulum guna tercapainya tujuan pendidikan yang terintegrasi secara baik yakni menciptakan manusia secara utuh. Tujuan pendidikan itu seyogyanya harus menawarkan sebuah system yang benar-benar dapat mengembangkan semua fakulti-fakulti yang ada dalam diri manusia.
Tentunya dalam pengembangan itu ada aspek-aspek yang harus benar-benar dikembangkan, dan kesemua itu harus seimbang agar tidak terjadi hal-hal yang tidak dinginkan. Dengan alasan inilah kami ingin mengetahui bagaimana kaitannya atau peranan hadis dalam tujuan pendidikan islam agar kedepannya tidak terjadi kebingungan dan tentunya penulisan ini sebagai salah satu tuntan tugas.

KENAKALAH REMAJA

KENAKALAH REMAJA


A.    Pendahuluan
1.      Latar Belakang
Fase Remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali dengan  matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu bereproduksi. Menurut Konopka (Pikunas, 1976) masa remaja ini meliputi remaja awal. remaja madya, dan remaja akhir. Sementara Salzman mengemukakan, bahwa remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung (Dependence) terhadap orang tua ke arah kemandirian (Indepedence), minat-minat seksual. perenungan diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.
Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang.  Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan norma social yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat dianggap sebagai sumber masalah karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Penggunaan konsep perilaku menyimpang secara tersirat mengandung makna bahwa ada jalur baku yang harus ditempuh. Perilaku yang tidak melalui  jalur tersebut berarti telah menyimpang.

PSIKOLOGI HUMANISTIK MENURUT MASLOW

PSIKOLOGI HUMANISTIK MENURUT MASLOW


I.     Pendahuluan
Perkembangan aliran-aliran behaviorisme dan psikoanalisis yang sangat pesat di Amerika sangat merisaukan beberapa pakar psikologi  dinegara itu. Mereka melihat bahwa kedua aliran itu memandang manusia tidak lebih dari kumpulan reflex ( behaviorisme ) atau kumpulan naluri saja ( psikonaalisis ). Mereka juga menganggap bahwa kedua alirran itu memandang manusia sebagai mahkluk yang sudah ditentukan nasibnya ( determinisme ) yaitu oleh sitimulus( behaviorisme) atau oleh alam ketidaksadaran ( psikonalisis).dan yang tak kalah penting, merek berkesimpulan bahwa kedua aliran itu menganggap manusia sebagai robot ( behaviorisme) atau sebagai mahkluk yang pesimistik dan penuh masalah ( psikonalisis).
Apakah orang menghargai kebijaksanaan,kreativitas,pemahaman,dan persatuan,atau apakah mereka lebih memilih makanan, minuman, dan sex? Psikologi humanistic tidak bias  menyangkal pentingnya insting dasar,karena bagaimanapun juga manusia adalah binatang.tetapi manusia lebih dari sekedar binatang.oleh Karena itu,banyak ahli teori dibidang ini membicarakan mengenai aspek dasar manusia-biologis ,social, dan ppemenuhan diri atau personal ( Frankl,1962;Maddi,1970 ). Bagi kehidupan seseorang ,dijauhkan dari hubungan pertemanan atau pemaknaan sama menyeramkan dan fatalnya dengan tidak mendapatkan makanan.

RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY

RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY


I.         PENDAHULUAN
Pendekatan Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah pendekatan behavior kognitif yang menekankan pada keterkaitan antara perasaan, tingkah laku dan pikiran. pendekatan  Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT) di kembangkan oleh Albert Ellis melalui beberapa tahapan. pandanagan dasar pendekatan ini tentang manusia adalah bahwa individu memiliki tendensi untuk berpikir irasional yang salah satunya didapat melalui belajar social. Di samping itu, individu juga memiliki kapasitas untuk belajar kembali untuk berpikir rasional. pendekatan ini bertujuan untuk mengajak individu mengubah pikiran-pikiran irasionalnya ke pikiran yang rasional melalui teori ABCDE.
Penulis memilih  REBT yang dikembangkan oleh Albert Ellis ini sebagai bahan pembahasan berdasarkan pemikiran bahwa REBT bisa menantang para mahasiswa untuk berfikir tentang sejumlah masalah dasar yang mendasari konseling. REBT terpisah secara radikal dari beberapa sistem lain yang disajikan didalam makalah ini, yakni pendekatan-pendekatan psiko analitik, eksistensial-humanistik, client centered dan gestal. REBT lebih banyak kesamaannya dengan terapi-terapi yang berorientasi kognitif-tinngkah laku-tindakan dalam arti menitik beratkan berfikir, menilai, memutuskan, menganalisis, dan bertindak. REBT sangat didaktif dan sangat direktif serta lebih banyak  berurusan dengan dimensi-dimensi fikiran dari pada dengan dimensi-dimensi perasaan.
Dengan mengingat hal itu, kami dari penulis ingin mengupas teori REBT lebih mendalam. Namun kami tetap memahami bahwa dalam penulisan ini banyak mempunyai kekurangan oleh karenanya kami tetap mengharap kritik dan saran dari semua pihak.

PROBLEMATIKA BIMBINGAN DAN KONSELING

PROBLEMATIKA BIMBINGAN DAN KONSELING

Penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah, menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya disebut konseli, agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual). Dan sudah menjadi keniscayaan apabila dijumpai problematika yang mewarnai proses pelaksanaan yang melibatkan banyak hal. Akan tetapi dalam hal ini hanya akan dibahas problematika atau permasalahan yang menyangkut: kelembagaan/bimbingan dan konseling itu sendiri, peserta didik (konseli/lee) dan konselor.

MANAJEMEN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH

MANAJEMEN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH

            Manajemen berasal dari bahasa inggris yang artinya direksi, pimpinan, ketatalaksanaan, tata pimpinan, pengelolaan. Sedangkan dalam kamus bahasa indonesia pengetian manajemen secara umum adalah proses pemanfaatan sumber daya secara efisiensi.

ORIENTASI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

  1. ORIENTASI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

Yang dimaksud dengan orientasi disini ialah pusat perhatian atau titik berat pandangan. Menurut Prayitno, 2004 ada tiga orientasi yaitu :
1.      Orientasi perorangan
Orientasi perorangan maksudnya adalah guru pembimbing dalam kegiatan bimbingan dan konseling selalu menitikberatkan pandangannya pada siswa secara individual. Satu persatu siswa yang menjadi tanggung jawab guru pembimbing perlu mendapat perhatian, dikenali secara perorangan dan didekati serta dilayani secara perorangan. Guru pembimbinglah orang atau pendidik disekolah yang paling mengetahui siapa, bagaimana, mengapa siswa asuhnya secara perorangan guru pembimbinglah yang paling dekat dan paling peduli kepada siswa asuhnya.

DASAR HUKUM PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH

DASAR HUKUM PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH

            Penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah merupakan bagian integral dari upaya pendidikan perperan aktif dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui berbagai pelayanan bagi peserta didik bagi pengembangan potensi mereka seoptimal mungkin.
            Saat sekarang kehadiran bk pada lembaga pendidikan tidak diragukan lagi karena secara yuridis formal pemerintah telah memberikan legalitas terhadap keberadaan bk di sekolah.
            Mulai dari Undang-Undang peraturan pemerintah, surat keputusan mentari dan peraturan menteri.
            Berikut ini dikemukakan berbagai peraturan perundangan yang mendasari dan terkait lagsung dengan layanan BK di sekolah.

PENDEKATAN KONSELING SPRITUAL

PENDEKATAN KONSELING SPRITUAL


A.    PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Kehidupan modern dengan kehebatan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan ekonomi yang dialami oleh bangsa-bangsa Barat ternyata telah menimbulkan berbagai suasana kehidupan yang tidak memberikan kebahagiaan batiniah dan berkembangnya rasa kehampaan. Mereka menyadari bahwa kemajuan itu telah memisahkan nilai-nilai spiritual sebagai sumber kebahagiaan hidup dan dirasakan oleh mereka sebagai satu kekurangan. Dewasa ini berkembang kecenderungan untuk menata kehidupan yang berlandaskan nilai-nilai spiritual. Mereka makin menyadari bahwa suasana keluarga yang harmonis di atas landasan nilai-nilai religi yang kuat pada dasarnya merupakan situasi yang kondusif bagi terciptanya kehidupan. Suasana seperti itu akan menumbuhkan kualitas manusia agamis yang memiliki ketahanan dan keberdayaan yang mantap. Charlene E. Westgate (1996) menyebutkan kondisi seperti itu sebagai “spiritual wellness” yang dia artikan sebagai suatu keadaan yang tercermin dalam keterbukaan terhadap dimensi spiritual yang memungkinkan keterpaduan spiritualitas dirinya dengan dimensi kehidupan lainnya, sehingga mengoptimalkan potensi untuk pertumbuhan dan perwujudan diri. Selanjutnya Charlene E. Westgate mengemukakan ada empat dimensi “spiritual wellness” ini yaitu (1) meaning of life, (2) intrinsic value, (3) transcendence, (4) community of shared values and support. Dengan kata lain mereka yang telah memiliki “spiritual wellness” memiliki kemampuan untuk mewujudkan dirinya secara bermakna dalam dimensi-dimensi hidup secara terpadu dan utuh.