Kamis, 21 April 2011

KEDATANGAN ISLAM DAN ISLAMISASI DI ASIA TENGGARA

islKEDATANGAN ISLAM DAN ISLAMISASI DI ASIA TENGGARA



A.    PENDAHULUAN
Islam terus memutarkan roda penyebarannya, hingga ke seluruh penjuru dunia, hal ini mencakup pula wilayah RAS Melayu, yakni Asia Tenggara. Setelah Islam menyebar  di daerah Timur Tengah dan mengekspansi kekuasan ke wilayah-wilayah, kini giliran Asia Tenggara yang siap disinggahi dan disebari dakwah syia’ar Islam (Badri Yatim: 2007,176).
Asia Tenggara menjadi salah satu bagian negara terbesar, kategorinya yakni cakupan Islam yang luas, banyak berdirinya kerajaan-kerajaan Islam di wilayah ini yang menjadi tolak ukur tentang pernyataan bahwa Asia Tenggara merupakan wilayah Islam terbesar dan terluas penyebaran syi’ar Islamnya. Dan di Asia Tenggara, Islam merupakan kekuatan sosial yang patut diperhitungkan, karena hampir seluruh negara yang ada di Asia Tenggara penduduknya, baik mayoritas ataupun minoritas memeluk agama Islam. Misalnya, Islam menjadi agama resmi negara federasi Malaysia, Kerajaan Brunei Darussalam, negara Indonesia (penduduknya mayoritas atau sekitar 90% beragama Islam), Burma (sebagian kecil penduduknya beragama Islam), Republik Filipina, Kerajaan Muangthai, Kampuchea, dan Republik Singapura (Muzani, 1991: 23).
Dari segi jumlah, hampir terdapat 300 juta orang di seluruh Asia Tenggara yang mengaku sebagai Muslim. Berdasar kenyataan ini, Asia Tenggara merupakan satu-satunya wilayah Islam yang terbentang dari Afrika Barat Daya hingga Asia Selatan, yang mempunyai penduduk Muslim terbesar.
Asia Tenggara dianggap sebagai wilayah yang paling banyak pemeluk agama lslamnya. Termasuk wilayah ini adalah pulau-pulau yang terletak di sebelah timur lndia sampai lautan Cina dan mencakup lndonesia, Malaysia dan Filipina.
Adapun luas wilayah dunia Islam secara global, mencapai 31,8 juta km, atau sebanding dengan 25% dari seluruh luas dunia. Memanjang mulai dari Indonesia di sebelah timur hingga ke Sinegal di sebelah barat dari utara Turkistan hingga ke selatan Mozambik. Adapun wilayah-wilayah Asia Tenggara secara khususnya mencakup negara-negara Malysia, Indonesia, dan Filiphina Selatan. Adapun Islam telah tersebar dari wilayah ini lewat jalur perdagangan dan dakwah.[1]

B.     Jalur Masuknya Islam Di Asia Tenggara.
Sebelum kedatangan bangsa barat, baik dizaman sebelum Islam maupun sesudah Islam, sistim perdagangan Asia Tengagara telah dibangun atas dua jalur perdagangan. Yaitu jalur sutera yang merupakan jalur darat yang berawal dari Cina melintas Asia Tenggara dan berahir dilaut tengah. Perjalanan ke Eropa dilanjutkan dengan kapal. Jalur kedua adalah jalur laut yang dimulai dari Cina, melalui Asia Tenggara dan berahir di Asia Timur. Motor dari jalur laut ini adalah hembusan angin yang berganti arah secara teratur sebagai angin musim setiap tahun. Akibat dari jalur laut ini muncullah kota-kota dagang penting (emporium) seperti Aden, Bandar Abas, Kalikut, Malaka, Kanton dan sebagainya. Malaka merupakan pelabuhan besar yang penting di Asia Tenggara yang diperkirakan sudah berdiri sekitar tahun 1400 dan merupakan bandar dagang yang memiliki gudang-gudang besar. Komoditi yang diperdagangkan terutama adalah rempah-rempah dari maluku, lada dari Sumatera, beras dari Jawa. Selain itu terdapat pula pelabuhan penting lainnya seperti Banten, Tuban, Gresik, Surabaya. Para penguasa pelabuhan berdiam didalam kota yang dikelilingi benteng demi kemanan. Mereka menerima upeti/pajak dari para pedagang dikota pelabuhannya. Tugas utama diberikan kepada Syahbandar. Dialah yang pertama memeriksa dagangan dari kapal yang masuk dan yang pertama menawar atau membeli. Tidak sedikit penguasa pelabuhan ini yang memiliki kapal sendiri yang berlayar sampai manca negara. Para ahli berpendapat akibat fluktuasi yang meningkat sejak tahun 1400 dari frekuensi dan volume perdagangan, telah dicapai puncaknya pada tahun 1630. Setelah itu menurun. Periode ini menurut Anthony Reid disebut sebagai “ Age of Commerce”. Karena dampaknya juga terasa di Erop dalam periode yang sama, maka dianggap suatu gejala global yang disebut “The long sixteenth century”. Sebelum kedatangan bangsa barat, perdagangan Asia tenggara juga ditandai apa yang disebut “Tributary trade” atau perdagangan upeti kepada Cina, karena pada saat itu Cina merupakan negara hegemoni bagi kerajaan-kerajaan pedagang di Asia Tenggara. Mereka mengirim kapal upeti setiap tahun ke Cina. Hal yang sama juga dilakukan semua penguasa Malaka untuk mendapat perlindungan Cina dari ancaman negara tetangga seperti Siam. Dalam Inter Asia Trade ini selain melakukan export (rempah-rempah dan hasil bumi lainnya), dari manca negara mereka mengexport berbagai komoditi yang laku di Asia Tenggara. Misalnya sutera dan keamik dari Cina, tekstil dari India.

Islam masuk ke Asia Tenggara disebarluaskan melalui kegiatan kaum pedagang dan para sufi. Hal ini berbeda dengan daerah Islam di Dunia lainnya yang disebarluaskan melalui penaklulan Arab dan Turki. Islam masuk di Asia Tenggara dengan jalan damai, terbuka dan tanpa pemaksaan sehingga Islam sangat mudah diterima masyarakat Asia Tenggara.
Mengenai kedatangan Islam di negara-negara yang ada di Asia Tenggara hampir semuanya didahului oleh interaksi antara masyarakat di wilayah kepulauan dengan para pedagang Arab, India, Bengal, Cina, Gujarat, Iran, Yaman dan Arabia Selatan. Pada abad ke-5 sebelum Masehi Kepulauan Melayu telah menjadi tempat persinggahan para pedagang yang berlayar ke Cina dan mereka telah menjalin hubungan dengan masyarakat sekitar Pesisir. Kondisi semacam inilah yang dimanfaatkan para pedagang  Muslim yang singgah untuk menyebarkan Islam pada warga sekitar pesisir.
Menurut Uka Tjandra Sasmita, proses masukya Islam ke Asia Tenggara yang berkembang ada enam, yaitu:
1.      Saluran perdagangan
Pada taraf permulaan, proses masuknya Islam adalah melalui perdagangan. Kesibukan lalu-lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 membuat pedagang- pedagang Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian Barat, Tenggara dan Timur Benua Asia. Saluran Islamisasi melaui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham. Mereka berhasil mendirikan masjid dan mendatangkan mullah-mullah dari luar sehingga jumlah mereka menjadi banyak, dan karenanya anak-anak Muslim itu menjadi orang Jawa dan kaya-kaya. Di beberapa tempat penguasa-penguasa Jawa yang menjabat sebagai Bupati Majapahit yang ditempatkan di pesisir Utara Jawa banyak yang masuk Islam, bukan karena hanya faktor politik dalam negeri yang sedang goyah, tetapi karena faktor hubungan ekonomi drengan pedagang-rpedrarrgarng Muslim. Perkembangan selanjutnya mereka kemudian mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di tempat-tempat tinggalnya.
2.      Saluran perkawinan
Dari sudut ekonomi, para pedagang Muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi terutama puteri-puteri bangsawan, tertarik untuk menjadi isteri saudagar-saudagar itu. Sebelum dikawin mereka diislamkan terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas, akhirnya timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan Muslim. Dalam perkembangan berikutnya, ada pula wanita Muslim yang dikawini oleh keturunan bangsawan; tentu saja setelah mereka masuk Islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini jauh lebih menguntungkan apabila antara saudagar Muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan anak adipati, karena raja dan adipati atau bangsawan itu kemudian turut mempercepat proses Islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atau sunan Ampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan puteri Kawunganten, Brawijaya dengan puteri Campa yang mempunyai keturunan Raden Patah (Raja pertama Demak) dan lain-lain.
3.      Saluran Tasawuf
Pengajar-pengajar tasawuf atau para sufi mengajarkan teosofi yang bercampur dengana jaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Diantara mereka juga ada yang mengawini puteri-puteri bangsawab setempat. Dengan tasawuf, “bentuk” Islam yang diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mererka yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan diterima. Diantara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syekh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini masih dikembangkan di abad ke-19 M bahkan di abad ke-20 M ini.
4.      Saluran pendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai dan ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru agama dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar adari pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing atau berdakwak ketempat tertentu mengajarkan Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden rahmat di Ampel Denta Surabaya, dan Sunan Giri di Giri. Kleuaran pesantren ini banyak yang diundang ke Maluku untuk mengajarkan Agama Islam.
5.      Saluran kesenian
Saluran Islamisasi melaui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi dalam serita itu di sisipkan ajaran nama- nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lainnya juga dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad dan sebagainya), seni bangunan dan seni ukir.
6.      Saluran politik
Di Maluku dan Sulawesi selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini. Di samping itu, baik di Sumatera dan Jawa maupun di Indonesia Bagian Timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.[2]

C.    Teori Masuknya Islam di Asia Tenggara.
Untuk lebih memperjelas bagaimana proses masuknya agama Islam di Asia Tenggara ini, ada 3 teori diharapkan dapat membantu memperjelas tentang penerimaan Islam yang sebenarnya:
  1. Teori pertama dikemukakan oleh beberapa ahli dari belanda, dianataranya Pijnappel, yang mengatakan bahwa asal mula islam menjalin kontak dengan Asia Tenggara berangkat dari wilayah Gujarat dan Malabar, menurutnya orang-orang arab yang  bermahzab Syafi’I, setelah berimigrasi dan menetap diwilayah india, yang kemudian membawa islam kenusantara. teori ini lalu dipertegas oleh Snouck Hurgronje yang mengatakan bahwa ketika komunitas muslim arab sudah mapan  di beberapa kota di pelabuhan anak benua india, maka mereka masuk kedunia melayu-Nusantara sebagai penyebar agama islam pertama. setelah itu barulah orang-orang arab, terutama yang menisbahkan dirinya sebagai keturunan Nabi Muhammad, yaitu dengan memakai gelar Sayyid dan Syarif, yang menjalankan dan menyelesaikan  proses dakwah islam baik sebagai ustad maupun sebagai Sulthan.[3]
Kontak paling awal ini dapat disebut dengan kontak perdagangan. Hal ini didasarkan pada catatan perjalanan Sulaiman, Marco Polo dan Ibn Battuta, yang menyebutkan bahwa Muslim Arab yang bermazhab Syafi’I dari Gujarat dan Malabar di India, yang membawa islam ke Asia Tenggara. Selain itu, Pijnappel meyakini bahwa melalui perdagangan sangat dimungkinkan terjadinya hubungan antara islam dan Asia Tenggara, bahkan menurutnya istilah-istilah Persia dari india digunakan dalam  bahasa masyarakat kota-kota pelabuhan.
  1. Teori kedua disampaikan oleh fatimi yang memberikan kesimpulan  bahwa islam masuk Asia Tenggara, terutama Nusantara berasal dari Bengal ( Banglades). Hipotesis Fatimi, bahwa islam datang pertama kali di sekitar abad ke-8 H (14 M). Tome Pires juga memberikan dukungan pada Fatimi, bahwa mayoritas orang terkemuka di pasai adalah orang  Bengali atau  keturunan mereka. Islam muncul pertama kali pada abad ke-11 di semenajung Malaya adalah dari arah pantai timur, bukanlah barat (Malaka), yaitu melalui kanton, Phanrang (Vietnam), Leran dan Trengganu. Selain itu,  beberapa prasati yang ditemukan di Trengganu juga lebih mirip dengan prasasti yang ada di leran Jawa Timur.
Teori kedua ini juga disebut dengan teori Persia. Teori ini menitikberatkan pandagannya pada kesamaan kebudayaan masyarakat di Asia tenggara khususnya di Indonesia dengan Persia. Pandangan ini sedikit mirip dengan pandangan Morrison yang melihat persoalan masuknya islam diindonesia dari sisi kesamaan mazhab, meski perbedaan asal muasalnya.
Namun demikian teori Persia mempunyai aspek-aspek kelemahan yang akan dijawab oleh teori ketiga yakni teori Arabia.
  1. Teori ketika menyebutkan bahwa islam datang ke Asia Tenggara bukan dari Bengal, melainkan langsung dari Arab, tepatnya di Hadramaut. Menurut teori ini, Islam masuk ke Asia Tenggara sejak masa abad pertama Hijriah atau abad ke-7 dan abab ke-8 Masehi. Proses masuknya islam pada masa ini, ditandai dengan dominasi pedagang Arab dalam perdagangan Barat-Timur. Teori ini didukung dengan fakta dari sumber-sumber Cina yang menyebutkan bahwa menjelang abad ke-7, ada seorang pedagang Arab yang menjadi pemimpin pada sebuah pemukiman muslim Arab dipesisir pantai Sumatera.[4]
Crawfurd mendukung teori ini, meskipun ia tetap mempertimbangkan adanya peranan kaum Muslimin yang berasal dari pantai timur india. Sementara Kaijzer berpendapat bahwa islam di Asia Tenggara memang berasal dari Timur Tengah, tetapi lebih tepatnya berasal dari mesir, karena Muslim di Asia Tenggara khususnya di Nusantara mayoritas bermazhab Syafi’I yang sama dengan mesir. Niemann dan de Hollander sedikit merevisi pandagan keijzer tersebut, dengan menyatakan bahwa sumber islam di Nusantara berasal dari Hadrawmaut.Sedangkan Veth hanya menyebut “orang-orang Arab”, tanpa mengungkapkan lebih dalam apakah dari Hadrawmaut, mesir, atau bahkan india.
Teori ini juga dipegang kuat oleh hamka, yang mengatakan bahwa meskipun terdapat peran Persia maupun india, tetapi Islam pertama kali masuk di Asia Tenggara di bawa langsung oleh Muslim Arab. Begitu juga dengan Al-Attas yang menegaskan bahwa Islam masuk Asia Tenggara di bawa langsung oleh Muslim Arab. Hal ini dapat dibuktikan dengan apa yang disebutnya sebagai “Teori umum tentang islamisasi Nusantara”, yang harus didasarkan pada sejarah literatur Islam Melayu-Indonesia dan sejarah Pandangan- Dunia Melayu sebagaimana yang terlihat pada perubahan konsep dan istilah kunci dalam literatur Melayu-Indonesia pada abad ke-10 sampai ke-11. Menurutnya, setelah islam datang, telah terjadi pergesaran pandangan dunia melayu. Begitu pula sebelum abad ke-17, seluruh literature Islam yang relevan tentang keagamaan di Asia Tenggara, justru berasal dari nama-nama Arab, bukan dari muslim India. Bahkan nama-nama dan gelar-gelar yang dibawa oleh para pembawa Islam ke Asia Tenggara adalah Muslim Arab-Persia.
Dari uraian diatas dapat dilihat persamaan dan perbedaan dari masing-masing teori. teori Gujarat dan Persia memiliki persamaan pandangan mengenai masuknya Islam ke Asia Tenggara khususnya Nusantara dari Gujarat. Perbedaannya terletak pada teori Gujarat dan mempersandingkan dengan ajaran mistik india.
Teori Persia juga memandang adanya kesamaan mistik muslim Indonesia denga ajaran mistik Persia. Gujarat dipandang sebagai daerah yang dipengaruhi Persia, dan menjadi tempat singgah ajaran Syi’ah ke Indonesia. Dalam hal memandang Gujarat sebagai tempat singgah (transit) bukan pusat, sependapat dengan Teori Arabia/ Mekkah.
Tetapi teori Mekkah memandang Gujarat sebagai tempat singgah perjalanan perdagangan laut antara Indonesia dan Timur Tengah, sedangkan ajaran islam diambilnya dari Mekkah atau dari Mesir. Teori Gujarat tidak melihat peranan bangsa Arab dalam perdagangan ataupun dalam penyebaran agama Islam di Indonesia. Teori ini lebih melihat peranan pedagang india yang beragama Islam dari pada Bangsa Arab yang membawa ajaran Islam.
  1. Teori keempat atau yang terakhir mengatakan bahwa penyebaran Islam di Asia Tenggara didorong oleh “Pertarungan”antara Islam dan Kristen untuk mendapat pengikut atau penganut masing-masing agama.[5] Teori ini dikemukakan oleh Schrieke, pendapat Schrieke didasarkan bahwa pada kenyataannya, ekspansi yang dilakukan oleh bangsa portugis, yang kemudian menjadi upaya kolonialisasi, merupakan sebuah kelanjutan dari mata rantai perang salib di Eropa dan Timur Tengah. Menurutnya, pertualangan yang dilakukan oleh bangsa Portugis ke Asia merupakan ambisi dan keinginannya untuk mencapai sebuah kehormatan yang dikombinasikan dengan semangat keagamaan. Setelah mereka mampu mengusir kaum Moors ( Muslim) dari semenanjung Liberia, lalu menaklukan beberapa wilayah disepanjang pesisir barat Afrika hingga sampai mengelilingi Tanjung Harapan, Afrika Selatan, sebagai jalan menuju India dan Kepulauan Melayu-Indonesia.
Pendapat Schrieke diperkuat oleh Reid yang mengatakan bahwa pada paruh abad ke-15 dan ke-17 telah terjadi peningkatan dan penguatan polarisasi serta eksklusivisme agama, terutama agama Islam dan Kristen. Namun teori ini mendapat kritik dari Naquib Al-Attas yang cukup keras. Menurutnnya, Kristen sebagai Agama, bukanlah alasan yang cukup penting untuk menunjukan penyebaran Islam di Asia Tenggara. Karena, bagi Al-Attas Kristen muncul dan mendapat pengaruhnya dinusantara ketika abad ke-19. Penolakan Al-Attas ini wajar, karena ia bersiteguh bahwa Islam tersebar di Asia Tenggara sejak abad ke-1 Hijriah atau abad ke-7 Masehi.[6]
D.    Faktor Pendukung Masuknya Islam di Asia Tenggara
Letak Nusantara atau Asia Tenggara yang strategis yang dilewati hembusan angin yang berganti arah secara teratur sebagai angin musim setiap tahun ini juga salah satu factor pendukung masuknya pedagang Arab, Gujarat masuk ke Asia Tenggara yang tidak langsung menyebarkan Agama Islam yang kepesisir pantai yang lambat laun menyebar kepelosok desa.
Menekankan peran kaum pedagang yang telah melembagakan diri mereka di beberapa wilayah pesisir lndonesia, dan  wilayah Asia Tenggara yang lain yang kemudian melakukan asimilasi dengan jalan menikah dengan beberapa keluarga penguasa lokal yang telah menyumbangkan peran diplomatik, dan pengalaman lnternasional terhadap perusahaan perdagangan para penguasa pesisir.
Agama Islam yang semakin berkembang, mampu mendirikan kerajaan Islam di Samudera pasai pada tahun 1292 M di bawah seorang raja Al-Malikus Saleh. Kerajaan Islam Samudera Pasai ada pengaruh dari kekerajaan Mamalik di Mesir atau setidak- tidaknya ada hubungan erat antara keduanya. Persamaan nama dan gelar yang dipakai tidak jauh berbeda dengan gelar yang dipakai di Mesir. Gelar Al-Malikus Saleh dan Al- Malikusz Zahir, raja pertama dan kedua Pasai, sama dengan gelar yang dipakai oleh raja mamalik Mesir.
Kerajaan Pasai mengalami perkembangan pesat di masa pemerintahan al-Malikuz Zahir II tahun 1326-1348 M. Al-Malikuz Zahir mendalami ilmu agama. Ia banyak melakukan kegiatan-kegiatan untuk memajukan agama. Ibnu Batutah, sorang ahli Bumi Muslim, pernah melawat ke Pasai tahun 764 H/1345 M memberi kesan bahwa Pasai saat itu sudah maju, baik dibidang agama maupun tatanan sosial. Pasai sebagai pusat kegiatan ilmu agama yang bermazhab Safi’i dan merupakan kota bandar besar untuk singgah kapal- kapal negara lain.
Di Jawa, agama Islam mengalami perkembangan pesat di masa kemunduran kerajaan Majapahit. Penyebarannya dilakukan oleh para wali yang tergabung dalam anggota wali sembilan, yaitu Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, S. Bonang, S. Giri, S. Drajat, S. Kalijaga, S. Kudus, S. Muria dan S. Gunung Jati. Wali sembilan berdakwah kepada rakyat sesuai dengan bakat dan keahlian yang mereka miliki.
Selain kerajaan Islam samudera Pasai, di Sumatera juga berdiri kerajaan Islam Aceh. Perlu diingat juga peranan Malaka dalam penyebaran Islam. Ketika Malaka berkembang menjadi pusat perkembangan agama Islam di Asia Tenggara, hingga mencapai puncak kejayaan di masa pemerintahan Sultan Mansyur Syah (1459-1477). Kebesaran Malaka ini berjalan seiring dengan perkembangan agama Islam. Negeri-negeri yang berada di bawah taklukan Malaka banyak yang memeluk agama Islam. Untuk mempercepat proses penyebaran Islam, maka dilakukan perkawinan antar keluarga. Malaka juga banyak memiliki tentara bayaran yang berasal dari Jawa. Selama tinggal di Malaka, para tentara ini akhirnya memeluk Islam. Ketika mereka kembali ke Jawa, secara tidak langsung, mereka telah membantu proses penyeberan Islam di tanah Jawa. Dari Malaka, Islam kemudian tersebar hingga Jawa,  Kalimantan  Barat,  Brunei,  Sulu  dan  Mindanau  (Filipina  Selatan).[7] Ketika kerajaan Malaka pada masa pemerintahan Mahmud syah dipukul Portugis, Raja Ibrahim yang bergelar Sultan Ali Mughayat Syah berhasil menyatukan seluruh daerah Aceh tahun 1507.
Di Jawa berdiri kerajaan-kerajaan Islam, yakni kerajaan Demak (kurang lebih 1500- 1550), Kerajaan Islam Banten, Kerajaan Pajang (1546-1580) dan Kerajaan Cirebon. Di Kalimantan, tumbuh pula kerajaan Islam, seperti kerajaan Islam Banjar, Kerajaan Islam Sukadana, Kerajaan Islam Brunai. Sedangkan Kerajaan Islam di Sulawesi adalah Kerajaan Islam Bugis (Bone), Kerajaan Islam di Gowa-Tallo. Kerajaan Islam di Maluku dan Nusa Tenggara adalah Kerajaan Ternate, Tidore dan Kerajaan Islam Nusa Tenggara.
Faktor pendukung yang lain adalah, Pada abad ke-5 sebelum Masehi Kepulauan Melayu telah menjadi tempat persinggahan para pedagang yang berlayar ke Cina dan mereka telah menjalin hubungan dengan masyarakat sekitar Pesisir. Kondisi semacam inilah yang dimanfaatkan para pedagang Muslim yang singgah untuk menyebarkan Islam pada warga sekitar pesisir.
Yang berikutnya adalah dengan masuknya raja ke dalam agama Islam, maka Islam kemudian menjadi agama resmi di Kerajaan (Malaka), sehingga banyak rakyatnya yang ikut masuk Islam. apa bila proses islamisasi mendasarkan informasi sejarah melayu dan beberapa sumber lainnya, maka berkesan bahwa konversi kepada islam berawal dari seseorang sultan, barulah kemudian ke kalangan elite penguasa lainnya dan seterusnya perintahkan kepada rakyat untuk menerimanya. ini memperlihatkan islam  tersebar dari atas kebawah. kesan seperti itu ada benarnya, namun  tidak berlaku terhadap semua model-model islamisasi lainnya. sebelum seorang raja diislamkan, lebih dahulu banyak masyarakat yang telah muslim, terutama melalui jasa pedagang muslim, ulama dan guru-guru agama yang secara persuasive bertemu mereka. bahkan perlak, aceh, rakyatnya yang bersepakat mengangkat seorang raja pemimpin yang seiman dengan mereka, sebagai perkampungan islam pertama abad ke 9 atau 10 M. tidak salah apabila Syed Husein Al-Attas perpendapat bahwa “pengislaman di asia tenggara bermula dari bawah yaitu dari daripada masyarakat ke istana.[8] Bahkan didalam sejarah melayu terlalu  kentara mengagungkan raja, bahkan baginda dikatakan menerima islam langsung dari Nabi Muhammad, melalui mimpi. Sementara yang lain menerimanya dari manusia biasa, yaitu ulama-ulama dari barat, seperti Fakir Muhammad di samudera- Pasai dan Maulana Abdul Aziz Di Melaka.[9]
E.     Penutup
Islam masuk di Asia Tenggara ada yang masuk melalui jalur perdagangan, perkawinan dan sebagainya. Disamping itu banyaknya teori-teori yang mendeskripsikan atau mengatakan bahwa islam masuk dari Gujarat, Arab langsung, India dan adanya pertarungan penyeberan antara islam dan Kristen.




DAFTAR PUSTAKA


Azyumardi Azra (1994), Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, Bandung : Mizan.
Hasim, Muhammad Yusoff. (1989). Kesultanan Melayu Melaka; Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pelajaran
Helmiaty, Dkk ( 2006), Sejarah Islam Asia Tenggara, Pekanbaru: Institute for Southeast Asian Islamic Studies (ISAIS) UIN Suska Riau bekerjasama dengan  Alat Riau.
Mahdini , (2002), Islam dan Kebudayaan Melayu, Pekanbaru: Daulat Riau.
http://ms.wikipedia.org/wiki/Islam _Di asia Tenggara_(Nusantara)_Proses masuknya islam di Asia Tenggara.


[2] http://ms.wikipedia.org/wiki/Islam _Di asia Tenggara_(Nusantara)_Proses masuknya islam di Asia Tenggara.
[3] Azyumardi Azra (1994), Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, Bandung : Mizan. Hal. 3
[4] Azyumardi Azra (1994), Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, Bandung : Mizan. hal 6
[5] Azyumardi Azra (1994), Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, Bandung : Mizan. hal 13.
[6] Helmiaty, Dkk ( 2006), Sejarah Islam Asia Tenggara, Pekanbaru: Institute for Southeast Asian Islamic Studies (ISAIS) UIN Suska Riau bekerjasama dengan  Alat Riau.hal. 17-27.
[7] Hasim, Muhammad Yusoff. (1989). Kesultanan Melayu Melaka; Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pelajaran. hal 97
[8] Syed Husein Al-Attas. “Archaelogy, History and Sosial Science in South East Asia”. dalam federation museums journal, jilid 9, hal. 23
[9] Mahdini , (2002), Islam dan Kebudayaan Melayu, Pekanbaru: Daulat Riau.  hal 75-76.

1 komentar:

  1. assalamualaikum... Om din...mau nanya nih, ada nggak jawaban singkat seandainya ada pertanyaan begini " Bagaimana islamisasi di asia tenggara ?" ....

    BalasHapus